Monday, April 23, 2007

Seminar Pembangunan Model Malaysia 'Perkongsian Pengalaman Membangun Negara Malaysia-Indonesia

JEMPUTAN BERSAMA-SAMA DALAM SEMINAR PEMBANGUNAN MODEL MALAYSIA

Dengan hormatnya surat dari Universiti Utara Malaysia rujukan UUM/PDM A-7/22 (75), bertarikh 28 Mac 2007 adalah dirujuk.

Dimaklumkan bahawa Institut Pemikiran Tun Dr. Mahathir Mohamad (IPDM) dan Universitas Syiah Kuala, Banda Acheh, Indonesia akan menganjurkan Seminar Pembangunan Model Malaysia 'Perkongsian Pengalaman Membangun Negara Malaysia-Indonesia, Khususnya Acheh' pada 2-5 Mei 2007 bertempat di Universitas Syiah Kuala, Banda Acheh, Indonesia.

Kepada sesiapa yang berminat, bersama-sama ini disertakan borang pendaftaran dan brosur mengenai seminar tersebut. Sebarang maklumat lanjut, sila hubungi Institut Pemikiran Tun Dr. Mahathir Mohamad (IPDM) di talian 04-928 4010 / 04-928 4008.

Sekian, terima kasih.

************ ********* *******
Ketua
Bahagian komunikasi Korporat

Powered by ScribeFire.

Read More......

Draft Qanun Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing ( PMA )

RANCANGAN
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
NOMOR .... TAHUN 2006

TENTANG
PENANAMAN MODAL DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL ASING (PMA)
DAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN)
DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BISMILLAHIRRAHMANIR RAHIM
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

Menimbang : a. bahwa dengan sahkannya Undang-Undang Pemerintahan Aceh Nomor 11 Tahun 2006, maka harus adanya keseimbangan, keselarasan, kesejahteraan untuk masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam seutuhnya sehubungan dengan Penanaman Modal dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN);
b. bahwa dalam rangka meningkatkan efektifitas dalam menarik investor untuk melakukan investasi di Nanggroe Aceh Darussalam, dipandang perlu untuk menyederhanakan penyelenggaraan penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri
c. bahwa berkenaan dengan huruf b tersebut di atas, untuk menindaklanjuti substansi Pasal 165 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh bagian keenam tentang Pedagangan dan Investasi menjadi Qanun tentang Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
e. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b dan huruf c di atas, perlu menetapkan dalam suatu Qanun.


Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2943);
3. Undang-Undang nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 33, Ttambahan Lembaran Negara Nomor 2853), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2944);
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984);
5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3986);
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587);
7. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3611);
8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279);
9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279);
10. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);
12. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
13. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4633);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1986 tentang Jangka Waktu Izin Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3335), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1993 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3515);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 28), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4162);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3718);
17. Peraturan Daerah (Qanun) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 7 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 2001 Nomor 36).


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
DAN
GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TENTANG PENANAMAN MODAL DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN) DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
3. Kabupaten/kota adalah bagian dari daerah provinsi sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang bupati/walikota.
4. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.

5. Pemerintahan kabupaten/kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
6. Pemerintah Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Pemerintah Aceh adalah unsur penyelenggara pemerintahan Aceh yang terdiri atas Gubernur dan perangkat daerah Aceh.
7. Gubernur adalah kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
8. Pemerintah daerah kabupaten/kota yang selanjutnya disebut pemerintah kabupaten/kota adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas bupati/walikota dan perangkat daerah kabupaten/kota.
9. Bupati/walikota adalah kepala pemerintah daerah kabupaten/kota yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
10. Qanun Aceh adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh.
11. Segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang/jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggaraan pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik.
12. Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) adalah instansi daerah yang menangani kegiatan penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
13. Permohonan penanaman modal baru adalah permohonan untuk mendapatkan persetujuan penanaman modal baik penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) beserta fasilitasnya yang diajukan oleh calon penanam modal untuk mendirikan dan menjalankan usaha baru.
14. Permohonan Perluasan Penanaman Modal adalah Permohonan untuk mendapatkan persetujuan penambahan modal besersa fasilitasnya dalam rangka penambahan kapasitas terpasang yang disetujui dan/atau menambah jenis produksi barang/jasa.
15. Perluasan penanaman modal disubsektor tanaman pangan dan perkebunan adalah penambahan modal untuk membiayai satu atau lebih kegiatan meliputi :
- Diversifikasi, yaitu menambah jenis tanaman;
- Peremajaan/rehabili tasi yang menggunakan bibit unggul;
- Intensifikasi, yaitu meningkatkan produksi tanpa menambah lahan;
- Menambah Kapasitas produksi unit pengolahan;
- Menambah areal tanaman;
- Integrasi usaha dengan usaha industri hulu serta hilir.
16. Restrukturisasi adalah suatu kegiatan untuk mengganti mesin utama (menambah peralatan atau komponen mesin) untuk meningkatkan kualitas atau meningkatkan efisiensi proses produksi tanpa menambah kapasitas.
17. Permohonan perubahan penanaman modal adalah permohonan persetujuan atas perubahan ketentuan-ketentuan penanaman modal yang telah ditetapkan dalam persetujuan penanaman modal sebelumnya.
18. Persetujuan PMA adalah persetujuan penanaman modal yang diberikan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang berlaku pula sebagai Persetujuan Prinsip/Izin Usaha Sementara sampai dengan memperoleh Izin Usaha/Izin Usaha Tetap perluasan.
19. Persetujuan PMDN adalah persetujuan penanaman modal yang diberikan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 jo. Nomor 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, yang berlaku pula sebagai Persetujuan Prinsip/Izin Usaha Sementara sampai dengan memperoleh Izin Usaha/ Izin Usaha Tetap dan/atau sebagai Persetujuan Prinsip fasilitas Fiskal.
20. Persetujuan PMA adalah persetujuan penanaman modal yang diberikan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang berlaku pula sebagai Persetujuan Prinsip/Izin Usaha Sementara sampai dengan memperoleh Izin Usaha / Izin Usaha Tetap perluasan.
21. Persetujuan Perluasan adalah persetujuan penambahan modal beserta fasilitasnya untuk menambah kapasitas terpasang yang telah disetujui dan/atau menambah jenis produksi barang dan jasa yang berlaku pula sebagai Persetujuan Prinsip/Izin Usaha Sementara sampai dengan memperoleh Izin Usaha Tetap Perluasan.
22. Persetujuan Perubahan adalah Persetujuan atas perubahan ketentuan-ketentuan penanaman modal yang telah ditetapkan dalam persetujuan atau izin penanaman modal sebelumnya.
23. Izin Kegiatan Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (KPPA) adalah persetujuan untuk mendirikan kantor perwakilan di Nanggroe Aceh Darussalam yang berkedudukan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
24. Perizinan Pelaksanaan adalah izin-izin yang diperlukan untuk merealisasikan persetujuan penanaman modal.
25. Persetujuan fasilitas penanaman modal adalah persetujuan mengenai pemberian fasilitas penanaman modal berupa fasilitas bea masuk dan fasilitas perpajakan sesuai dengan perundang-undangan kepabeanan dan perpajakan yang berlaku.
26. Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT) adalah angka pengenal yang dipergunakan sebagai izin untuk memasukkan (impor) barang modal dan bahan baku penolong untuk pemakaian sendiri dalam proses produksi proyek penanaman modal yang telah disetujui.
27. Keputusan tentang pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) adalah persetujuan pengesahan rencana jumlah, jabatan dan lama penggunaan tenaga kerja asing yang diperlukan sebagai dasar untuk persetujuan pemasukan Tenaga Kerja asing (TKA) dan penerbitan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).
28. Keputusan tentang Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) adalah bagi perusahaan untuk mempekerjakan sejumlah tenaga kerja warga negara asing dalam jumlah, jabatan dan periode tertentu.
29. Izin Usaha / Izin Usaha Tetap adalah Izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi baik produksi barang maupun produksi jasa sebagai pelaksanaan atas Surat Persetujuan penanaman modal yang telah diperoleh perusahaan.
30. Izin Usaha Tetap Perluasan adalah izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi atas penambahan produksi barang maupun produksi jasa sebagai pelaksanaan atas Surat Persetujuan Perluasan penanaman modal yang telah diperoleh perusahaan.
31. Perubahan Status adalah perubahan status perusahaan dari PMDN atau Non- PMA/PMDN mejadi PMA, atau dari PMA menjadi PMDN, sebagai akibat adanya perubahan kepemilikan saham.
32. Merger adalah penggabungan 2 (dua) atau lebih perusahaan yang didirikan dalam rangka PMA dan/atau PMDN dan/atau Non- PMA/PMDN yang sudah berproduksi dan telah memiliki Izin Usaha /Izin Usaha tetap kedalam satu perusahaan yang akan meneruskan semua kegiatan perusahaan yang bergabung, sedangkan perusahaan yang menggabung dilikuidasi.
33. Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) adalah laporan berkala mengenai perkembangan kegiatan perusahaan penanaman modal dalam bentuk dan tata cara sebagaimana ditetapkan.
34. Usaha kecil adalah kegiatan usaha yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil sebagai berikut :
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000, - (dua ratus juta rupiah),tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000, - (satu milyar rupiah);
b. Milik Warga Negara Indonesia;
c. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;
d. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

BAB II
ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Bagian Pertama
Pasal 2
Asas Penyelenggaraan Penanaman Modal, meliputi :
a. asas kepastian hukum;
b. asas transparan (keterbukaan) ;
c. asas partisipatif;
d. asas akuntabilitas;
e. asas kepentingan umum;
f. asas profesionalisme;
g. asas kesamaan hak;
h. asas keseimbangan hak dan kewajiaban;
i. asas efesiensi;
j. asas efektifitas;
k. asas imparsial;
l. asas sensitifitas gender (kesetaraan) ;
m. asas tertip penyelenggaraan pemerintah;
n. asas proposionalitas;
o. asas keseimbangan, keserasian, kesetaraan, dan keselarasan.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Tujuan penyelenggaraan Penanaman Modal adalah :
a. Mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan dan keadilan yang berkesejahteraan di Nanggroe Aceh Darusallam;
b. Mewujudkan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermatabat menuju pembangunan sosial, ekonomi dan politik di Nanggroe Aceh Darussalam secara berkelanjutan;
c. Mewujudkan rumusan Qanun dan kebijakan penanaman modal yang pro bisnis;
d. Mewujudkan Nanggroe Aceh Darussalam sebagai Daerah tujuan investasi yang menarik. dan profesional;
e. Memenuhi hak-hak masyarakat dalam hal memperoleh peluang untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam;
f. Mewujudkan kepastian tentang hak, kewajiban dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan penanaman modal dalam rangka penanaman modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
g. Mewujudkan penyelenggaraan penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang profesional , efektif, efesien, dan dinamis;
h. Mewujudkan peningkatan kualitas pelayanan penanaman modal dan peningkatan realisasi investasi serta meningkatkan kualitas pelayanan administrasi aparatur Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD);
i. Mewujudkan peningkatan minat investasi dari dalam dan luar negeri;
j. Menciptakan hubungan masyarakat yang efektif dibidang penanaman modal;
k. Memudahkan investor yang berada di Nanggroe Aceh Darussalam dalam mendapatkan fasilitas, rekomendasi, dan perizinan guna memenuhi persyaratan untuk berusaha, atau kegiatan lainnya secara legal atau resmi.

Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4
(1) Mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas-asas dan tujuan pelayanan penanaman modal serta sesuai standar pelayanan penanaman modal yang telah ditentukan.
(2) Mendapatkan kemudahan untuk memperoleh informasi selengkap-lengkapny a tentang sistem, mekanisme dan prosedur dalam penanaman modal.
(3) Mendapatkan pelayanan penanaman modal yang tidak diskriminatif, santun, bersahabat dan ramah.
Pasal 5
(1) Calon penanaman modal yang akan melakukan kegiatan penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN wajib mengajukan permohonan kepada BKPMD.
(2) Surat Persetujuan (SP) atas permohonan penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN ditandatangani oleh Kepala BKPMD.
(3) Penanaman Modal yang telah memperoleh Surat Persetujuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) wajib mengajukan permohonan untuk memperoleh perizinan pelaksanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan penanaman modal.
(4) Perizinan pelaksanaan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas :
a. Perizinan yang telah diterbitkan oleh BKPMD Provinsi Aceh adalah :
1. Angka Pengenal Importir Terbatas;
2. Izin Usaha / Izin Usaha Tetap / izin Perluasan;
3. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing;
4. Rekomendasi visa oleh penggunaan Tenaga Kerja Asing;
5. Izin mempekerjakan Tenaga Kerja Asing;
6. Fasilitas pembebasan/keringan an bea masuk atas pengimporan barang modal atau Bahan Baku/Penolong dan fasilitas Fiskal lainnya.
b. Perizinan yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi sesuai dengan kewenangannya, berupa Perpanjangan Izin mempekerjakan Tenaga Kerja Asing untuk Tenaga Kerja Asing yang bekerja diwilayah Kabupaten / Kota dalam 1 (satu ) Provinsi.
c. Perizinan yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, berupa :
1. Izin Lokasi;
2. Sertifikat hak Atas Tanah;
3. Izin mendirikan Bangunan;
4. Izin Undang-Undang Gangguan/HO.

d. Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3), harus mengacu kepada prinsip- prinsip pelayanan publik yang cepat, tepat, murah dan prosedur yang sederhana (fleksible).
e. Unit Pelayanan Perizinan akan diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 6
(1) Surat Persetujuan Penanaman Modal akan batal demi hukum apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun bagi proyek baru dan 2 (dua) tahun bagi proyek perluasan sejak tanggal dikeluarkan tidak ada realisasi proyek dalam bentuk kegiatan yang nyata baik dalam bentuk administrasi ataupun dalam bentuk fisik.
(2) Kegiatan nyata dalam bentuk administrasi yaitu kegiatan memperoleh perizinan berupa :
a. Izin Lokasi atau perjanjian sewa gedung (khusus bidang jasa) atau Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) atau Kuasa Pertambangan (KP) khusus bidang usaha pertambangan diluar minyak dan gas bumi dan/atau;
b. Izin eksplorasi dan eksploitasi ( khusus Pertambangan Umum);
c. SP Pabean Barang Modal, dan/atau;
d. APIT, dan/atau;
e. RPTK bagi yang menggunakan TKA, dan /atau;
f. IMB, dan/atau;
g. Izin Undang-Undang Gangguan/HO.
(3) Kegiatan nyata dalam bentuk fisik merupakan kegiatan yang telah dilakukan untuk :
a. Di bidang industri, telah ada kegiatan pokok berupa :
1. pengadaan lahan;
2. pembangunan Gedung atau Pabrik;
3. pengimporan mesin dan peralatan;
4. Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berhak memiliki kewenangan atas Sumber Daya Alam yang hidup di laut territorial di Nanggroe Aceh Darussalam.
b. Di bidang Usaha jasa, telah ada kegiatan pokok berupa :
a. pengadaan lahan atau;
b. pengadaaan/pembangu nan gedung/ruang perkantoran.

c. Di bidang usaha pertanian telah ada kegiatan pokok berupa pengadaan lahan.
d. Di bidang perikanan telah ada kegiatan pokok, berupa :
a. izin penangkapan ikan paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan untuk provinsi dan satu pertiga dan wilayah kewenangan daerah provinsi untuk daerah Kabupaten /Kota;
b. Izin penggunaan operasional kapal ikan dalam segala jenis dan ukuran;
c. Izin penggunaan air permukaan dan air laut.
(4) Penetapan jangka waktu penyelesaian proyek yang tercantum dalam surat Persetujuan Penanaman Modal, disesuaikan dengan skala investasi atau bidang usaha.
Pasal 7
Dalam pengajuan permohonan PMA dan PMDN, penentuan/pemilihan bidang usaha berdasarkan kepada :
a. Daftar bidang usaha tertutup dan terbuka dengan persyaratan tertentu bagi penanaman modal;
b. Petunjuk teknis pelaksanaan penanaman modal;
c. Bidang/jenis usaha menengah atau besar dengan syarat kemitraan;
d. Ketentuan lain yang diterbitkan oleh Gubernur.

BAB III
PERMOHONAN PENANAMAN MODAL BARU
Bagian pertama
Penanaman Modal Asing
Pasal 8
(1) Permohonana penanaman modal baru dalam rangka PMA dapat diajukan oleh:
a. Warga Negara Asing dan/atau Bandan Hukum Asing/Perusahaan PMA, atau;
b. Warga Negara Asing dan/atau Bandan Hukum Asing/Perusahaan PMA bersama dengan warga negara indonesia.
(2) Permohonan penanaman Modal baru sebagaimana di maksud dalam ayat (1) diajukan kepada kepala BKPMD.

(3) Persetujuan permohonan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing (PMA) dengan tembusan kepada :
a. Menteri Dalam Negeri;
b. Menteri yang membina Badan Usaha;
c. Menteri Keuangan;
d. Menteri Negara Lingkungan Hidup;
e. Menteri Negara Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah;
f. Gubernur Bank Indonesia;
g. Direktu Jenderal Teknis yang bersangkutan;
h. Direktur Jenderal Pajak;
i. Direktur Jenderal Bea & Cukai;
j. Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-undangan;
k. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Negara yang bersangkutan;
l. Kedutaan Besar Asing yang Bersangkutan;
m. Bupati/Walikota yang bersangkutan.
(4) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar, kecuali bidang-bidang usaha yang memerlukan konsultasi dengan Departemen/Instansi terkait.

Bagian kedua
Penanaman Modal Dalam Negeri
Pasal 9
(1) Permohonan penanaman modal baru dalam rangka PMDN dapat diajukan oleh Perseroan Terbatas (PT), Commanditaire Vennootschap (CV), Firma (Fa), Koperasi, BUMN, BUMD, atau perorangan.
(2) Permohonan penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Kepala BKPMD.
(3) Persetujuan atas permohonan penanaman modal sebagaimana di maksud pada ayat (2) di terbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (SP-PMDN) dengan tembusan kepada :
a. Menteri Dalam Negeri;
b. Menteri yang membina bidang Usaha penanaman Modal yang bersangkutan;
c. Menteri Keuangan;
d. Menteri Negara Lingkungan Hidup;
e. Menteri Negara Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah;
f. Gubernur Bank Indonesia;
g. Direktu Jenderal Teknis yang bersangkutan;
h. Direktur Jenderal Pajak;
i. Direktur Jenderal Bea & Cukai;
j. Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-undangan;
k. Bupati/Walikota yang bersangkutan.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar, kecuali bidang-bidang usaha yang memerlukan konsultasi dengan Departemen/Instansi terkait.

Bagian Ketiga
Ketentuan Khusus Bagi Bidang Usaha Dan Kegiatan Usaha Tertentu Pertambangan Di Luar Minyak Dan Gas Bumi Dalam Angka Penanaman Modal Dalam Negeri

Pasal 10
(1) Permohonan penanaman modal baru dalam PMDN di bidang usaha pertambangan diluar minyak dan gas bumi untuk golongan bahan galian strategis dan bahan galian vital, diajukan dengan melampirkan Kuasa Pertambangan yang diterbitkan oleh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam.
(2) Permohonan penanaman modal baru dalam rangka PMDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Kepala BKPMD dengan melampirkan Kuasa Pertambangan/ Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) yang dikeluarkan oleh/Gubernur/ Bupati/Walikota/ sesuai kewenangannya.
(3) Persetujuan dan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan PMDN, dengan tembusan kepada pejabat-pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).
(4) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap dan benar.


(5) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal SP-PMDN diterbitkan tidak ada realisasi proyek dalam bentuk kegiatan nyata sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, maka surat persetujuan PMDN tersebut batal demi hukum.
Pasal 11
(1) Permohonan penanaman modal baru dalam rangka PMDN khusus dibidang pertambangan batubara dilakukan dengan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B).
(2) Rancangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara disiapkan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota sesuai dengan kewenangan, bersama calon penanam modal.
(3) Berdasarkan Rancangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala BKPMD menyampaikan Pendapat kepada Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam.
(4) Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang telah ditandatangani oleh Gubernur/Bupati/ Walikota dengan calon penanaman modal diperlukan sama seperti Surat Persetujuan PMDN yang diterbitkan oleh Kepala BKPMD.
(5) Rencana investasi untuk pelakasanaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara beserta fasilitasnya secara bertahap diajukan kepada Kepala BKPMD dilampiri dengan rekomendasi Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Bagian Keempat
Pertambangan di Luar Minyak dan Gas Bumi
Dalam Rangka Penanaman Modal Asing

Pasal 12
(1) Permohonan penanaman modal baru dalam rangka PMA dibidang usaha pertambangan di luar minyak dan gas bumi dilaksanakan dalam bentuk Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara antara calon penanam modal dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral/Gubernur/ Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.
(2) Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara diperlukan sama seperti Surat Persetujuan PMA.

(3) Rencana investasi untuk pelaksanaan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara beserta fasilitasnya secara bertahap diajukan kepada kepala BKPMD dilampiri dengan rekomendasi Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Pasal 13
Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berhak menguasai 70 % hasil dari semua cadangan hidrokarbon dan Sumber Daya Alam (SDA) lainnya yang ada disaat ini dan yang akan datang di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam maupun Laut Territorial sekitar Nanggroe Aceh Darussalam.

Bagian keempat
Kantor Perwakilan Perusahaan Asing
Pasal 14
(1) Kegiatan Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (KPPA) di luar bidang keuangan wajib memperoleh izin dari BKPMD
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala BKPMD.
(3) Izin kegiatan KPPA diterbitkan dalam bentuk Surat Izin yang ditandatangani oleh Kepala BKPMD, dengan tembusan kepada :
a. Menteri keuangan;
b. Menteri Perindustrian dan Perdagangan;
c. Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi;
d. Kepala Perwakilan RI dinegara asal perusahaan asing;
e. Duta besar/kepala perwakilan dari negara asal perusahaan asing di Jakarta;
f. Bupati/Walikota.
(4) Surat Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.







BAB IV
KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS
Pasal 15
(1) Penduduk Nanggroe Aceh Darussalam dapat melakukan perdagangan secara bebas dalam wilayah negara republik Indonesia melalui darat, laut dan udara tanpa hambatan pajak, tarif ,bea atau hambatan perdagangan lainnya.
(2) Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam melaksanakan pembangunan dan pengelolaan semua pelabuhan laut dan pelabuhan udara dalam wilayah Nanggroe Aceh Darussalam.
(3) Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berhak menikmati akses langsung dan tanpa hambatan ke negara-negara asing melalui darat, laut dan udara.
(4) Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berhak menetapkan dan memungut pajak daerah untuk membiayai kegiatan internal yang resmi, Nanggroe Aceh Darussalam berhak melakukan perdagangan dan bisnis secara internal dan eksternal serta menarik investasi dan wisatawan asing secara langsung ke Nanggroe Aceh Darussalam.

BAB V
IZIN USAHA / IZIN USAHA TETAP
Pasal 16
(1) Perusahaan penanaman modal wajib memiliki izin usaha/izin usaha tetap untuk dapat memulai pelaksanan kegiatan operasi / produksi.
(2) Permohonan untuk memperoleh Izi Usaha / Izin Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada kepala BKPMD.
(3) Bagi perusahaan yang berproduksi di kawasan industri apabila memerlukan izin usaha / izin usaha tetap agar mengajukan permohonan kepada Kepala BKPMD.
(4) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterbitkan dalam bentuk surat izn usaha / izin usaha tetap, ditandatangani oleh Kepala BKPMD, dengan tembusan kepada pejabat-pejaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) untuk PMA dan Pasal 9 ayat (3) untuk PMDN.
(5) Surat izin usaha / izin usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.

(6) Surat izin usaha / surat izin usaha tetap berlaku selama 30 (tiga puluh) tahun sejak produksi dimulai bagi perusahaan PMA dan PMDN berlaku selama perusahaan berproduksi / beroperasi.
BAB VI
PERMOHONAN PERLUASAN PENANAMAN MODAL
Pasal 17
(1) Permohonan perluasan penanaman modal dalam rangka PMA/PMDN diajukan oleh perusahaan PMA/PMDN yang telah berproduksi, kepada kepala BKPMD.
(2) Dalam hal jenis produksi perluasan berbeda dengan proyek sebelumnya atau lokasi perluasan usahanya berada dalam kabupaten / kota yang berbeda dengan proyek sebelumnya, permohonan perluasan dapat diajukan tanpa dipersyaratkan memiliki izin usaha / izin usaha tetap atas proyek sebelumnya.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) diterbitkan Surat Persetujuan (SP) Perluasan yang ditandatangani oleh Kepala BKPMD, dengan tembusan kepada pejabat- pejabat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) untuk PMA dan Pasal 9 ayat (3) untuk PMDN
(4) Surat Persetujua Perluasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar kecuali bidang-bidang usaha yang memerlukan konsultasi dengan Departemen / instansi terkait.
BAB VII
PERUBAHAN PENANAMAN MODAL
Bagian Pertama
Persyaratan Umum Bagi Permohonan Perubahan
Pasal 18
(1) Perubahan atas ketentuan proyek dalam rangka PMA/PMDN wajib memperoleh persetujuan Kepala BKPMD
(2) Perubahan atas ketentuan proyek yang wajib memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari :
a. perubahan lokasi proyek;
b. perubahan bidang usaha dan jenis produksi (baik Jenis ataupun kapasitas);
c. perubahan penggunaan tenaga kerja asing;
d. perubahan investasi dan sumber pembiayaan;
e. perubahan kepemilikan saham perusahaan PMA;
f. perubahan Status Perusahaan PMA menjadi perusahaan PMDN;
g. perubahan status perusahaan PMDN atau Non – PMDN/PMA menjadi perusahaan PMA;
h. perpanjangan waktu penyelesaian proyek;
i. penggabungan perusahaan (merger).
(4) Perubahan atas proyek diluar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diberitahukan secara tertulis kepada kepala BKPMD.
(5) Setiap permohonan harus ditandatangani oleh pimpinan perusahaan atau direksi yang berwenang atau pihak yang diberi kuasa disertai dengan surat kuasa.

Bagian Kedua
Perubahan Lokasi Proyek
Pasal 19
(1) Permohonan perluasan lokasi proyek bagi perusahaan PMA/PMDN diajukan kepada kepala BKPMD.
(2) Persetujuan atas permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Lokasi dengan tembusan kepada pejabat-pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) untuk PMA dan Pasal 9ayat (3) untuk PMDN.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 7 (hari) kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
Bagian Ketiga
Perubahan Bidang Usaha, Jenis dan Kapasitas Produksi
Pasal 20
(1) Permohonan perubahan bidang usaha, jenis dan kapasitas produksi perusahaan PMA/PMDN diajukan kepada kepala BKPMD.
(2) Persetujuan atas permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Bidang Usaha, Jenis dan Kapasitas Produksi, dengan tembusan kepada Instansi Terkait.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.


Bagian Keempat
Perubahan Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Pasal 21
(1) Permohonan perubahan penggunaan Tenaga Kerja Asing perusahaan PMA/PMDN diajukan kepada Kepala BKPMD.
(2) Persetujuan atas permohonan penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Penggunaan Tenaga Kerja Asing, dengan tembusan kepada instansi terkait.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
Bagian Kelima
Perubahan Investasi dan Sumber Pembiayaan
Pasal 22
(1) Permohonan perubahan Investasi atas mesin-mesin/ peralatan yang berfasilitas dan sumber pembiayaan perusahaan PMA/PMDN diajukan kepada Kepala BKPMD.
(2) Persetujuan atas permohonan perubahan Investasi dan sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Investasi dan Sumber Pembiayaan, dengan tembusan kepada instansi terkait.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
Bagian Keenam
Perubahan Kepemilikan Saham Perusahaan Penanaman Modal Asing
Pasal 23
(1) Permohonan Perubahan Kepemilikan Saham bagi perusahaan PMA diajukan kepada Kepala BKPMD.
(2) Persetujuan perubahan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Kepemilikan Saham dengan tembusan kepada Instansi terkait.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.

Bagian Ketujuh
Perubahan Status Perusahaan Penanaman Modal Asing
Menjadi Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri
Pasal 24
(1) Perusahaan PMA yang seluruh sahamnya telah dimiliki oleh peserta/pemegang saham Indonesia wajib mengajukan permohonan perubahan status menjadi PMDN untuk memperoleh persetujuan dari Kepala BKPMD.
(2) Persetujuan Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Status Perusahaan dengan tembusan kepada Instansi terkait.
(3) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
(4) Bagi perusahaan yang telah memiliki Surat Izin Usaha Tetap dalam rangka PMA, setelah berubah status menjadi PMDN, wajib mengajukan permohonan perubahan Surat Izin Usaha/Izin Usaha Tetap dalam rangka PMDN kepada Kepala BKPMD.
(5) Persetujuan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.

Bagian Kedelapan
Perubahan Status Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Atau
Non - Penanaman Modal Dalam Negeri ( Non-PMDN) Atau Penanaman Modal Asing (PMA) Menjadi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA)

Pasal 25
(1) Perusahaan PMDN atau yang telah sah berbadan hukum yang sahamnya dibeli oleh perusahaa PMA dan atau berbadan hukum asing dan atau warga negara asing, wajib mengajukan permohonan perubahan status menjadi PMA kepada kepala BKPMD.

(2) Pembelian saham perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila bidang usaha perusahaan dimaksud tidak dinyatakan tertutup bagi penanaman modal yang dalam penyertaan modal perusahaan ada kepemiliikan saham asing.
(3) Persetujuan atas permohoan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Status, dengan tembusan kepada instansi terkait.
(4) Surat Pesetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohoan yang lengkap dan benar.
(5) Bagi perusahaaan yang telah memiliki surat izin Usaha / Izin Usaha Tetap dalam rangka PMDN atau Non- PMA, setelah berubah status menjadi PMA, wajib mengajukan permohonan perubahan Surat Izin Usaha / Izin usaha Tetap dalam rangka PMA kepada Kepala BKPMD
(6) Persetujuan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.

Bagian Kesembilan
Perpanjangan Waktu Penyelesaian Proyek
Pasal 26
(1) Perpanjangan waktu penyelesaian proyek perusahaan PMA/PMDN yang masa berlakunya akan berakhir dan belum berproduksi komersial, wajib mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyelesaian proyek kepada Kepala BKPMD.
(2) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perpanjangan Waktu Penyelesaian proyek, dengan tembusan kepada instansi terkait.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.





Bagian Kesepuluh
Penggabungan Perusahaan (Merger)
Pasal 27
(1) Perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha sebagai akibat terjadinya penggabungan perusahaan (merger), wajib memperoleh persetujuan dari kepala BKPMD.
(2) Perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha maupun yang akan menggabung harus sudah mempunyai neraca perhitungan laba rugi meliputi 3 (tiga) tahun terakhir.
(3) Status perusahaan setelah penggabungan (merger), ditentukan oleh status perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha :
a. Dalam hal perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha adalah perusahaan PMDN dan setelah penggabungan (merger) tidak ada warga negara asing dan/atau badan hukum asing dan/atau perusahaan PMA sebagai pemegang saham, status perusahaan tetap PMDN;
b. Dalam hal perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha adalah perusahaan PMDN atau Non - PMDN/PMA dan setelah penggabungan (merger) terdapat warga negara asing dan/atau perusahaan PMA sebagai pemegang saham, status perusahaan tetap PMA;
c. Dalam hal perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha adalah perusahaan PMA, status perusahaan tetap PMA.
(4) Perusahaan yang akan meneruskan kegiatan usaha yang sebagian saham perusahaan dimiliki oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing dan/atau perusahaan PMA, tidak diizinkan memasuki kegiatan usaha yang dinyatakan tertutup bagi penanaman modal yang dalam modal perusahaan ada kepemilikan saham asing.
(5) Dalam hal perusahaan yang akan menggabung masih mempunyai proyek perluasan dalam tahap pembangunan/ konstruksi dimana sebagian mesin/peralatan sudah diimpor, perusahaan yang akan meneruskan kegiatan usaha harus terlebih dahulu mengajukan permohonan perluasan bidang usaha atas kegiatan usaha yang masih dalam tahap pembangunan/ konstruksi.
(6) Fasilitas fiskal yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan yang menggabung dan belum dimanfaatkan dinyatakan batal dan tidak dapat dimanfaatkan lebih lanjut oleh perusahaan yang meneruskan kegiatan usahanya.

(7) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterbitkan oleh BKPMD dalam bentuk Surat Persetujuan, dengan tembusan kepada instansi terkait.
(8) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.

BAB VII
TENAGA KERJA
Bagian Pertama
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Pasal 28
(1) Tenaga kerja asing dapat bekerja di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diberikan setelah pemberi kerja membuat rencana pengguna tenaga asing sesuai dengan qanun yang disahkan oleh instansi Pemerintah Aceh yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diberikan untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu setelah mendapat rekomendasi dari Pemerintah Aceh.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin untuk jabatan tertentu dan untuk jangka waktu tertentu serta memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atur dalam Qanun Nanggroe Aceh Darussalam.

Bagian kedua
Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.
Pasal 29
(1) Perusahaan PMA/PMDN yang akan mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA) wajib memiliki Pengesahaaan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
(2) Permohonan untuk memperoleh Pengesahaan RPTKA sebagaimana yang di maksud pada ayat (1) diajukan kepada kepala BKPMD.
(3) Pengesahan RPTKA di terbitkan dalam bentuk Surat Keputusan Pengesahan RPTKA dengan tembusan kepada instansi terkait.
(4) Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di terbitkan selambat-lambatnya 4 (empat) hari kerja sejak diterimanaya permohonan yang lengkap dan benar.
Pasal 30
(1) TKA yang bekerja pada perusahaan PMA/PMDN dan Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (KPPA) yang sudah siap datang ke Indonesia wajib memiliki Visa Izin Tinggal Terbatas (VITAS) yang diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia.
(2) Untuk mendapatkan VITAS sebagimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan harus memiliki rekomendasi untuk memperoleh visa untuk maksud kerja (rekomendasi TA.01) dari BKPMD dengan berpedoman kepada ketentuan instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian.
(3) Rekomendasi TA.01 atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di terbitkan oleh BKPMD kepada Direktur Jenderal Imigrasi.
(4) Surat Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di terbitkan selambat-lambatnya 4 (empat) hari kerja sejak di terimanya permohonan yang lengkap dan benar.
(5) Direktoral Jenderal Imigrasi berdasarkan Rekomendasi TA.1 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memberitahukan Kantor Perwakilan RI untuk mengeluarkan VITAS bagi TKA yang bersangkutan.
(6) Setelah TKA yang bersangkutan memperoleh VITAS, perusahaan Pengguna mengajukan permohonan penerbitan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) kepada kantor Imigrasi setempat dengan menggunakan formulir KITAS dan melampirkan bukti kartu embarkasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku setelah TKA yang bersangkutan datang ke Indonesia.
Pasal 31
(1) Bagi TKA yang masa berlaku IMTA-nya akan berakhir, perusahaan pengguna wajib mengajukan permohonan perpanjangan IMTA kepada BKPMD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat 30 (tiga puluh ) hari sebelum SP- IMTA dari TKA yang bersangkutan berakhir masa berlakunya.
(3) Surat Keputusan perpanjangan IMTA sebgaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan selambat-lambatnya 4 (empat) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.

(5) Perusahaan pengguna wajib mengajukan permohonan kepada Kepala BKPMD, untuk perubahan pengguna TKA yang melakukan pindah jabatan, rangkap jabatan, alih perusahaan pengguna (sponsor) atau pindah lokasi.
Pasal 32
(1) TKA diluar Direksi dan Komisaris yang telah bekerja selama 5 (lima) tahun berturut-turut diwilayah Republik Indonesia harus keluar dari wilayah Republik Indonesia dengan status Exit Permit Only (EPO).
(2) Apabila TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih diperlukan oleh perusahaan pengguna, maka perusahaan pengguna wajib menempuh prosedur sebagamana dimaksud dalam Pasal 28 dan berdasarkan RPTKA yang berlaku di lengkapi dengan rekaman bukti EPO.
Pasal 33
(1) Perusahaan PMA/PMDN dapat mendatangkan TKA yang akan digunakan sejak persiapan/perencana an proyek (bukan erector), dengan mengajukan permohonan kepada kepala BKPMD sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) TKA yang digunakan oleh perusahaan pengguna maupun kontraktor hanya dalam masa kontruksi/pembangun an fisik pabrik (erector) termasuk pemasangan mesin-mesin, pengesahan RPTKA dan permohonan IMTA diajukan ke BKPMD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Pasal 34
(1) Setiap investor yang melakukan kegiatan penanaman modal di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, berkewajiban/ berwenang mengadakan pendidikan dan pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan tempat bekerja.
(2) Setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan hukum dan kesejahteraan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban bagi tenaga kerja dan tata cara perlindungan diatur dalam peraturan perundng-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga
Penggunaan Tenaga Kerja Daerah
Pasal 35
(1) Setiap tenaga kerja Nanggro Aceh darussalam mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di Nanggroe Aceh Darussalam.
(2) Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/kota memberikan kesempatan dan Perlindungan secara hukum dalam hal kerja.

Pasal 36
(1) Setiap Investor yang melakukan kegiatan penanaman modal, tidak dibenarkan mempekerjakan Tenaga Kerja dari luar Daerah Nanggroe Aceh Darussalm selama Tenaga Kerja tersebut tersedia di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
(2) Apabila tenaga kerja tersebut tidak tersedia di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat di datangkan dari luar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Bagian ketiga
Perubahan Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Pasal 37
(1) Permohonan perubahan penggunaan Tenaga Kerja Asing perusahaan PMA/PMDN diajukan kepada Kepala BKPMD.
(2) Persetujuan atas permohonan penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Penggunaan Tenaga Kerja Asing, dengan tembusan kepada instansi terkait.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
BAB IX
FASILITAS DAN IZIN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL
Bagian Pertama
Impor Barang Modal
Pasal 38
(1) Setiap Investor yang melakukan kegiatan penanaman modal, tidak dibenarka menggunakan fasilitas dari luar Nanggroe Aceh Darussalam selama fasilitas tersebut tersedia di Nanggroe Aceh Darussalam melalui darat, laut dan udara.
(2) Sehubungan ayat (1), apabila fasilitas tersebut tidak tersedia di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam , dapat di datangkan dari luar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam melalui darat, laut, dan udara
Pasal 39
(1) Permohonan persetujuan fasilitas atas impor barang modal bagi perusahaan PMA/PMDN, diajukan kepada Kepala BKPMD.

(2) Persetujuan pemberian fasilitas atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di tandatangani oleh Kepala BKPMD atas nama Menteri Keuangan dalam bentuk Surat Persetujuan Pemberian Fasilitas Pembebasan/Keringan an Bea Masuk Atas Pengimporan Barang Modal (SP Pabean) disertai lampiran Daftar Induk Barang Modal, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Instansi Teknis.
(3) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
(4) Jangka waktu berlakunya pemberian Fasilitas Pabean Barang Modal disesuaikan dengan jangka waktu penyelesaian proyek.
(5) Dalam hal waktu pemberian fasilitas yang tercantum dalam Surat Persetujuan Fasilitas atas Impor Barang Modal telah berakhir, maka untuk perpanjangan Surat Persetujuan Fasilitas atas Impor Barang Modal tersebut, perusahaan yang bersangkutan terlebih dahulu mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyelesaian proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(6) Permohonan perubahan dan / atau penambahan atas persetujuan pengimporan barang modal yang telah dimiliki diajukan kepada kepala BKPMD, dan persetujuan diterbitkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
(7) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 6 dapat diberikan apabila nilai barang modal seluruhnya tidak menjadi lebih besar dari nilai barang modal yang tercantum dalam surat Persetujuan (SP – PMA / PMDN).
(8) Apabila barang modal (mesin-mesin peralatan) yang telah di impor sebagaimana di maksud pada ayat (2) akan di re-ekspor, maka perusahaan mengajukan surat permohonan kepada Kepala BKPMD untuk selanjutnya diterbitkan Surat Rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk re-ekspor tersebut.
Bagian Kedua
Impor Bahan Baku / Penolong
Pasal 40
(1) Bahan baku/penolong tidak dibenarkan dibawa dari luar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, selama bahan baku/penolong tersebut tersedia di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, melalui darat, laut dan udara
(2) Apabila bahan baku penolong tidak tersedia di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didatangkan dari luar provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, melalui darat, laut dan udara.
Pasal 41
(1) Permohonan persetujuan fasilitas atas impor bahan baku/penolong bagi perusahaan PMA / PMDN diajukan kepada kepala BKPMD.
(2) Persetujuan pemberian fasilitas atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di tandatangani oleh Kepala BKPMD atas nama Menteri Keuangan, dalam bentuk Surat Persetujuan Pemberian Fasilitas Pembebasan / Keringanan Bea Masuk atau Pengimporan Bahan Baku / Penolong (SP Pabean) dengan lampiran Daftar Induk BahanBaku / Penolong, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Instansi Teknis.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2 ) diterbitkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
(4) Bagi perusahaan yang belum memiliki Surat Izin Usaha/Izin Usaha Tetap, baik dalam rangka PMA maupun PMDN, diberikan fasilitas pengimporan bahan baku / penolong untuk kebutuhan 1 (satu) tahun produksi dengan jangka waktu pengimporan 1 (satu) tahun. Tambahan bahan baku untuk tahun kedua dapat diberikan setelah perusahaan memiliki Surat Izin Usaha/Izin Usaha Tetap, dengan perpanjangan jangka waktu pengimporan selama 1 (satu) tahun sejak berakhirnya SP Pabean pertama.
(5) Perusahan yang telah memiliki Surat Izin Usaha / Izin Usaha Tetap, baik dalam rangka PMA maupun PMDN diberikan fasilitas pengimporan bahan baku / penolong bahan baku / penolong untuk kebutuhan 2 (dua) tahun produksi dengan jangka waktu pengimporan diberikan sekaligus selama 2 (dua) Tahun.
(6) Perusahaan yang telah memperoleh fsilitas bahan baku/penolong, apabila belum menyelesaikan impornya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun diberikan perpanjangan jangka waktu impor selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal Surat Persetujuan Perpanjangan Fasilitas Pabean.

Bagian Ketiga
Angka pengenal Importir Terbatas (APIT)
Pasal 42
(1) Perusahaan PMA / PMDN yang akan melaksanakan sendiri pengimporan barang modal dan/atau bahan baku/ penolong, wajib memiliki Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT).

(2) Permohonan untuk memperoleh APIT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala BKPMD.
(3) APIT sebagaiamna dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Kepala BKPMD atas nama Menteri Perdagangan dalam bentuk Surat Keputusan dan Kartu APIT, disampaikan kepada pemohon dengan keputusan kepada Menteri Perindustrian dan perdagangangan, Direktur Jenderal Perdagangan Internasional u.p. Direktur Impor, Bank Indonesia Bagian Ekspor Impor, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Direktur Jenderal Pajak.
(4) Permohonan APIT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
(5) APIT berlaku sejak ditetapkan dan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia, selama perusahaan yang bersangkutan masih berproduksi / beroperasi.
(6) Perusahaan yang kegiatannya termasuk di bidang perdagangan dan yang akan mengimpor barang-barang yang akan diperdagangkan, maka APIT yang telah di miliki berlaku juga sebagai Angka Pengenal Importir Umum (APIU) dan berlaku selama 5 (lima ) tahun.
(7) Untuk setiap perubahan APIT meliputi nama perusahaan, alamat, NPWP, direksi perusahaaan atau penandatangan dokumen impor wajib memperoleh persetujuan dari BKPMD.
BAB X
SANKSI
Pasal 43
(1) Permohonan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam Qanun ini tidak dikeluarkannya persetujuan/ perizinan sebagaimana dimohonkan.
(2) Apabila pemohon dengan sengaja memalsukan data dan/atau dokumen yang di lampirkan maka permohonan yang bersangkutan menjadi tidak sah dan persetujuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dapat di batalkan dan yang bersangkutan dapat di kenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
(1) Semua persetujuan dan perizinan pelaksanaan penanaman modal yang telah di terbitkan sebelum berlakunya Qanun ini dinyatakan tetap berlaku sampai masa berlakunya Surat Persetujuan / Izin Pelaksanaan Berakhir.
(2) Semua Permohonan penanaman modal baru, perluasan dan perubahan serta perizinan pelaksanaan dalam rangka PMA/PMDN yang belum memperoleh persetujuan dari BKPMD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada saat berlakunya Qanun ini, tetap di proses dan di selesaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal Qanun ini.
(3) Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD).
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Dengan berlakunya Qanun ini, maka Keputusan Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Nomor 57 / SK /2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang didirikan dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 46
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Di tetapkan di : Banda Aceh
pada tanggal : September 2006
Ditetapkan di Banda Aceh
pada tanggal 2006
1427
PJ. GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM,



MUSTAFA ABUBAKAR

Diundangkan di Banda Aceh
pada tanggal 2006
1427

SEKRETARIS DAERAH ACEH



HUSNI BAHRI TOB


LEMBARAN DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006 NOMOR ….

PENJELASAN ATAS
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
NOMOR TAHUN 2006
TENTANG

PENANAMAN MODAL DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL ASING (PMA)
DAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN)
DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM


I. PENJELASAN UMUM








II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas

Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas

Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Cukup Jelas
Pasal 45
Cukup Jelas
Pasal 46
Cukup Jelas

Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor .....

Powered by ScribeFire.

Read More......

New South Wales Election (learning Case for Aceh) - 1

Sebenarnya kalau kita mau jujur di Indonesia juga tidak terlalu sulit
untuk menerapkan system penyelengaraan Pemilu sebagaimana yang
dilakukan di Negara Maju.Bila kita beralasan soal dana, selama ini
untuk penyelengaraan pemilu juga tidak terkendala oleh masalah
keuangan,hal dimungkinkan karena komiisi anggaran di DPR/DPRD akan
sangat mudah mengetuk palu persetujuan bagi segala dana yang
dibutuhkan sesuai yang diajukan KPU/KIP lewat pemerintah, sehingga
pemerintah tinggal mengeluarkan saja dana tersebut sesuai yang
diputuskan DPR/DPRD.
Disamping itu tenaga2 ahli bidang IT, hukum dan politik juga sudah
sangat memadai di Indonesia.
Jadi sangat keliru jika ke-2 hal tersebut diatas selalu digunakan
sebagai alasan bahwa kita tidak mungkin menyelengarakan pemilu
seperti LN.


Mungkin yang sedikit kendala adalah masalah jaringan telekomunikasi
dan tansportasi yang tidak merata secara baik bagi seluruh wilayah,
sehingga data2 hasil perhitungan suara tidak dapat masuk ke pusat
data tingkat kabutapen/propinsi ataupun Nasional secara cepat
sebagaimana halnya di LN.

Masalah UTAMA yang membedakan kita dengan LN dalam setiap
penyelengaraan pemilu adalah tidak adanya budaya siap merima
kekalahan (iklas dalam menerima kekalahan) dari setiap kandidat yang
ikut bekompetisi di Negara kita.Hal inilah yang nyata membedakan kita
dengan Luar Negeri.Umunya kita lihat,banyak kandidat kalah tidak
bijak dalam menerima hasil pemilu, sehingga dengan berbagai cara
mereka mengerahkan masa pendukungnya, yang pada akhirnya berbagai
masalah akan datang silih berganti yang terkait dengan pemilu yang
telah diadakan tersebut.

Sebaliknya, kandidat2 di Negara Maju, begitu iklas dan jantan
menerima ke kelahannya,bahkan mengakui kekalahannya lewat media masa
untuk mengumumkan kepada rakyatnya. Mereka juga memberikan dukungan
yang iklas bagi kandidat pemenang untuk menjalankan pemerintahannya
hingga ke pemilu selanjutnya.

Untuk kasus Aceh, walaupun tidak sempurna seperti di Negara maju,
Alhamdulillah kita juga patut bersyukur atas kesuksesan PILKADA Aceh
yang Desember lalu yang tidak ada kerusuhan ataupun korban
sebagaimana diperkirakan sebelumnya. Mungkin di orang Aceh masih
tebal rasa budaya menerima kekalahan dibandingkan daerah2 lainnya,
meskipun kita akui ada sedikit masalah di Tenggara Aceh yang belum
selesai hingga saat ini.

Kasus PILKADA Tuban Jatim yang berakhir dengan kerusuhan, mungkin
bisa dijadikan sebagai salah contoh buruk penyelenggaraan pemilu di
Negara kita.

Powered by ScribeFire.

Read More......

New South wales election (learning case for aceh)

Kenyataan umumnya masyarakat yg memiliki golden hands, and golden hearts adalah mereka yg na di negara2 maju, awak nyan nakeuh pendidikan yg sep dan ekonomi yg jroeh. A right direction dengan mudah jeut diterapkan. Tapi na shit masyarakat di negara maju yg memiliki golden hands tp tdk punya golden heart (dalam kasus kejahatan azazi manusia).

Kesemrautan system (election, dll) ken hanya tejadi di aceh (ina), tp juga di banyak negara miskin (negara berkembang) lainnya.


Bagi loen pribadi sep keuh sekedar meulumpoe mantong (hana berharap banyak) utk mendapatkan segala keteraturan dan kemudahan di aceh nanti lagee yg ka loen alami nyata sinoe di nagroe jepun.

Contoh sgt sederhana;
Baroe-baroe nyoe lon pinah rumoh dari Ashiya City ke Kobe City (masih dalam saboh provinsi). Hana perlee surat pinah dan hana payah gantoe KTP lagee bak tanyoe, tp sep peleumah ktp bak kanto kecamatan lalu di catat alamat baru di bagian likot KTP pake pulpen plus stempel.

Saboh teuk, lon harus rubah plat sepeda motor utk urusan asuransi seandainya terjadi kecelakaan. Prosesnya hanya 20 mnt, peulemah buku kepemilikan kendaraan, jok plat lama, isi form data, lalu segera di joek plat baru lengkap dg 3 jenis baut dan mor dg gratis hana dilakee biaya meubacut pih.

Sesuatu yg payah tamelumpoe terjadi di indonesia.

Jadi sekedar utk wacana pemikiran di forum nyoe jeutlah ta diskusikan, tp tdk (goh saat nya) diaplikasikan di alam nyata....

Mohon maaf yg tdk berkenan

Powered by ScribeFire.

Read More......

Piagam Madinah dan Aceh

Ass wr wb.

Pak Zaenal Arief yth, inilah teks piagam madinah itu,
mungkin dari teks ini kita dapat mengkaji ulang lagi
UUD 2002 ( Amandemen UUD45 di Tahun 2002). Kita
sesuaikan dengan fenomena politik, sosial, ekonomi,
budaya yang terjadi saat ini. Misal bagaimana dengan
situasi Aceh, perda-perda syariat mungkin lebih
tepatnya kalau disebut perda-perda yang Islami yang
berkembang diperbagai daerah, RUU Peradilan Militer,
RUU Perpajakan , RUU penanaman Modal, RUU Komponen
Cadangan & Komponen Pendukung Pertahanan Negara,Paket
RUU Politik, RUU Migas dsb,dsb yang kesemuanya akan
lahir ditengah proses pembelajaran para politisi kita
serta pembelajaran partai- partai politik yang
terkadang mengabaikan KEPENTINGAN NASIONAL sebagai
sebuah bangsa dan negara, bahkan cenderung terjebak
dalam kepentingan jangka pendek.

Wass

Eko Darminto

Teks Piagam Madinah

Sebagai produk yang lahir dari rahim peradaban Islam,
Piagam Madinah diakui sebagai bentuk perjanjian dan
kesepakatan bersama bagi membangun masyarakat Madinah
yang plural, adil, dan berkeadaban. Di mata para
sejarahwan dan sosiolog ternama Barat, Robert N.
Bellah, Piagam Madinah yang disusun Rasulullah itu
dinilai sebagai konstitusi termodern di zamannya, atau
konstitusi pertama di dunia.

Berikut petikan lengkap terjemahan Piagam Madinah yang
terdiri dari 47 pasal:


Preambule: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang. Ini adalah piagam dari Muhammad,
Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin
(yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan
yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang
bersama mereka.

Pasal 1: Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari
(komunitas) manusia lain.

Pasal 2: Kaum Muhajirin (pendatang) dari Quraisy
sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu
membayar diat di antara mereka dan mereka membayar
tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di
antara mukminin.

Pasal 3: Banu 'Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka,
bahu-membahu membayar diat di antara mereka seperti
semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan
dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 4: Banu Sa'idah, sesuai keadaan (kebiasaan)
mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka
(seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara
mukminin.

Pasal 5: Banu al-Hars, sesuai keadaan (kebiasaan)
mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka
(seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara
mukminin.

Pasal 6: Banu Jusyam, sesuai keadaan (kebiasaan)
mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka
(seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara
mukminin.

Pasal 7: Banu al-Najjar, sesuai keadaan (kebiasaan)
mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka
(seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara
mukminin.

Pasal 8: Banu 'Amr Ibn 'Awf, sesuai keadaan
(kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di
antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan
adil di antara mukminin.

Pasal 9: Banu al-Nabit, sesuai keadaan (kebiasaan)
mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka
(seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara
mukminin.

Pasal 10: Banu al-'Aws, sesuai keadaan (kebiasaan)
mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka
(seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara
mukminin.

Pasal 11: Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan
orang yang berat menanggung utang di antara mereka,
tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran
tebusan atau diat.

Pasal 12: Seorang mukmin tidak dibolehkan membuat
persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya, tanpa
persetujuan dari padanya.

Pasal 13: Orang-orang mukmin yang takwa harus
menentang orang yang di antara mereka mencari atau
menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan
permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin.
Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun
ia anak dari salah seorang di antara mereka.

Pasal 14: Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang
beriman lainnya lantaran (membunuh) orang kafir. Tidak
boleh pula orang mukmin membantu orang kafir untuk
(membunuh) orang beriman.

Pasal 15: Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan)
diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya
mukminin itu saling membantu, tidak tergantung pada
golongan lain.

Pasal 16: Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti
kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang
(mukminin) tidak terzalimi dan ditentang (olehnya).

Pasal 17: Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang
mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta
mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan
Allah Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan
di antara mereka.

Pasal 18: Setiap pasukan yang berperang bersama kita
harus bahu-membahu satu sama lain.

Pasal 19: Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh
mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah.
Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk
yang terbaik dan lurus.

Pasal 20: Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi
harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak
boleh bercampur tangan melawan orang beriman.

Pasal 21: Barang siapa yang membunuh orang beriman dan
cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh,
kecuali wali si terbunuh rela (menerima diat). Segenap
orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.

Pasal 22: Tidak dibenarkan bagi orang mukmin yang
mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari
Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat
kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan atau
menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan
mendapat kutukan dan kemurkaan Allah di hari kiamat,
dan tidak diterima daripadanya penyesalan dan tebusan.

Pasal 23: Apabila kamu berselisih tentang sesuatu,
penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah 'azza wa
jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.

Pasal 24: Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin
selama dalam peperangan.

Pasal 25: Kaum Yahudi dari Bani 'Awf adalah satu umat
dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan
bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini
berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri,
kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan
merusak diri dan keluarganya.

Pasal 26: Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama
seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 27: Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama
seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 28: Kaum Yahudi Banu Sa'idah diperlakukan sama
seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 29: Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama
seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 30: Kaum Yahudi Banu al-'Aws diperlakukan sama
seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 31: Kaum Yahudi Banu Sa'labah diperlakukan sama
seperti Yahudi Banu 'Awf, kecuali orang zalim atau
khianat. Hukumannya hanya menimpa diri dan
keluarganya.

Pasal 32: Suku Jafnah dari Sa'labah (diperlakukan)
sama seperti mereka (Banu Sa'labah).

Pasal 33: Banu Syutaybah (diperlakukan) sama seperti
Yahudi Banu 'Awf. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan)
itu lain dari kejahatan (khianat).

Pasal 34: Sekutu-sekutu Sa'labah (diperlakukan) sama
seperti mereka (Banu Sa'labah).

Pasal 35: Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama
seperti mereka (Yahudi).

Pasal 36: Tidak seorang pun dibenarkan (untuk perang),
kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi
(menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain).
Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan
itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia
teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat membenarkan
(ketentuan) ini.

Pasal 37: Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya, dan
bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi
dan muslimin) bantu-membantu dalam menghadapi musuh
Piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasihat.
Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak
menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya.
Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.

Pasal 38: Kamu Yahudi memikul biaya bersama mukminin
selama dalam peperangan.

Pasal 39: Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya "haram"
(suci) bagi warga Piagam ini.

Pasal 40: Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan)
seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak
merugikan dan tidak khianat.

Pasal 41: Tidak boleh jaminan diberikan, kecuali
seizin ahlinya.

Pasal 42: Bila terjadi suatu peristiwa atau
perselisihan di antara pendukung Piagam ini, yang
dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan
penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah 'azza wa
jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya
Allah paling memelihara dan memandang baik isi Piagam
ini.

Pasal 43: Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy
(Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka.

Pasal 44: Mereka (pendukung Piagam) bahu-membahu dalam
menghadapi penyerang kota Yatsrib.

Pasal 45: Apabila mereka (pendukung piagam) diajak
berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian
serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu
harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti
itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan
melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang
yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan
(kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya.

Pasal 46: Kaum yahudi al-'Aws, sekutu dan diri mereka
memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain
pendukung Piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan
penuh dari semua pendukung Piagam ini. Sesungguhnya
kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan
(pengkhianatan) . Setiap orang bwertanggungjawab atas
perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan
dan memandang baik isi Piagam ini.

Pasal 47: Sesungguhnya Piagam ini tidak membela orang
zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman,
dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang
zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang
berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW.

Powered by ScribeFire.

Read More......

Aceh History

(catatan berikut ini disusun oleh Ahmad Sudirman dan dapat juga
diakses di alamat : http://www.dataphone.se/~ahmad/991128.htm

SEBELUM DINASTI USMANIYAH DI TURKI BERDIRI, KERAJAAN ISLAM SAMUDERA-
PASAI DI ACEH TELAH BERDIRI
Sebelum Dinasti Usmaniyah di Turki berdiri pada tahun 699 H-1341 H
atau bersamaan dengan tahun 1385 M-1923 M, ternyata nun jauh di
belahan dunia sebelah timur, di dunia bagian Asia, telah muncul
Kerajaan Islam Samudera-Pasai yang berada di wilayah Aceh yang
didirikan oleh Mara Silu yang segera berganti nama setelah masuk
Islam dengan nama Malik ul Saleh yang meninggal pada tahun 1297.
Dimana penggantinya tidak jelas, namun pada tahun 1345 Samudera-
Pasai diperintah oleh Malik ul Zahir, cucu Malik ul Saleh.

KETIKA SRIWIJAYA-PALEMBANG-BUDDHA LEMAH, MUNCUL SAMUDERA-PASAI-ACEH-
ISLAM
Kedaulatan kerajaan Sriwijaya (684 M- 1377 M) dibawah dinasti
Syailendra dengan rajanya yang pertama Balaputera Dewa, yang
berpusat di Palembang Sumatera Selatan makin kuat dan daerahnya
makin luas, setelah daerah dan kerajaan Melayu, Tulang Bawang, Pulau
Bangka, Jambi, Genting Kra dan daerah Jawa Barat didudukinya
Ketika Sriwijaya sedang mencapai puncak kekuatannya, ternyata
mengundang raja Rajendrachola dari Cholamandala di India selatan
tidak bisa menahan nafsu serakahnya, maka pada tahun 1023 lahirlah
serangan dari raja India selatan ini kepada Sriwijaya. Ternyata
dinasti Syailendra ini tidak mampu menahan serangan tentara Hindu
India selatan ini, raja Sriwijaya ditawannya dan tentara Chola dari
India selatan ini kembali ke negerinya. Walaupun Sriwijaya bisa
dilumpuhkan, tetapi tetap kerajaan Buddha ini hidup sampai pada
tahun 1377.

Disaat-saat Sriwijaya ini lemah, muncullah kerajaan Islam Samudera-
Pasai di Aceh dengan rajanya Malik ul Saleh dan diteruskan oleh
cucunya Malik ul Zahir.

POLITIK SAMUDERA-PASAI-ISLAM BERTENTANGAN DENGAN POLITIK GAJAH MADA-
MAJAPAHIT-SYIWA-PALAPA
Gajah Mada yang diangkat sebagai patih di Kahuripan (1319-1321)
oleh raja Jayanegara dari Majapahit. Dan pada tahun 1331, naik
pangkat Gajah Mada menjadi Mahapatih Majapahit yang diangkat oleh
raja Tribuana Tunggadewi.
Ketika pelantikan Gajah Mada menjadi Mahapatih Majapahit inilah
keluar ucapannya yang disebut dengan sumpah palapa yang
berisikan "dia tidak akan menikmati palapa sebelum seluruh Nusantara
berada dibawah kekuasaan kerajaan Majapahit".
Ternyata dengan dasar sumpah palapanya inilah Gajah Mada merasa
tidak senang ketika mendengar dan melihat bahwa Samudera-Pasai-Islam
di Aceh makin berkembang dan maju.
Pada tahun 1350 Majapahit menggempur Samudera-Pasai dan
mendudukinya. 27 tahun kemudian pada tahun 1377 giliran Sriwijaya
digempurnya, sehingga habislah riwayat Sriwijaya sebagai negara
buddha yang berpusat di Palembang ini.

GILIRAN MAJAPAHIT-HINDU DIGEMPUR DEMAK-ISLAM
Ketika raja Hayam Wuruk dari Majapahit meninggal tahun 1389,
digantikan oleh putrinya Kusumawardani dan suaminya. Ternyata pada
masa ini timbul perang saudara antara Kusumawardani dengan Wirabhumi
(putra Hayam Wuruk dari selirnya). Dalam perang saudara yang dikenal
dengan nama Paregreg (1401-1406) Wirabhumi bisa dikalahkan.
Akibat dari perang saudara ini Majapahit menjadi lemah dan mundur
dan titik lemahnya adalah ketika Girindrawardana memegang tapuk
pimpinan Majapahit dan pada tahun 1525 digempur oleh Kerajaan Islam
Demak yang dibangun oleh Raden Patah yang tertarik dan belajar Islam
di Sunan Ngampel, yang juga sebenarnya Raden Patah ini masih
keturunan raja Majapahit yaitu Brawijaya.

ACEH LAWAN PORTUGIS
Ketika kerajaan Islam Samudera-Pasai lemah setelah mendapat pukulan
Majapahit dibawah Gajah Mada-nya, maka Kerajaan Islam Malaka yang
muncul dibawah Paramisora (Paramesywara) yang berganti nama setelah
masuk Islam dengan panggilan Iskandar Syah. Kerajaan Islam Malaka
ini maju pesat sampai pada tahun 1511 ketika Portugis dibawah
pimpinan Albuquerque dengan armadanya menaklukan Malaka.
Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis, kembali Aceh bangkit dibawah
pimpinan Sultan Ali Mukayat Syah (1514-1528). Yang diteruskan oleh
Sultan Salahuddin (1528-1537). Sultan Alauddin Riayat Syahal Kahar
(1537-1568). Sultan Ali Riyat Syah (1568-1573). Sultan Seri Alam
(1576. Sultan Muda (1604-1607). Sultan Iskandar Muda, gelar marhum
mahkota alam (1607-1636). Semua serangan yang dilancarkan pihak
Portugis dapat ditangkisnya oleh Sultan-sultan Aceh ini.
Selama periode akhir abad 17 sampai awal abad 19 keadaan Aceh
tenang.

SEBAB TIMBUL PERANG ACEH LAWAN BELANDA
Tahun 1873 pecah perang Aceh melawan Belanda. Perang Aceh disebabkan
karena,
1. Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari perjanjian Siak 1858.
Dimana Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan dan
Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan
Iskandar Muda ada dibawah kekuasaan Aceh.
2. Belanda melanggar Siak, maka berakhirlah perjanjian London
(1824). Dimana isi perjanjian London adalah Belanda dan Inggris
membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia
Tenggara yaitu dengan garis lintang Sinagpura. Keduanya mengakui
kedaulatan Aceh.
3. Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga kapal-
kapal Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan Aceh.
Perbuatan Aceh ini disetujui Inggris, karena memang Belanda
bersalah.
4. Di bukanya terusan Suez oleh Ferdinand de Lessep. Menyebabkan
perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalulintas perdagangan.
5. Dibuatnya Perjanjian Sumatera 1871 antara Inggris dan Belanda,
yang isinya, Inggris memberika keleluasaan kepada Belanda untuk
mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan
lalulintas di Selat Sumatera. Belanda mengizinkan Inggris bebas
berdagang di Siak dan menyerahkan daerahnya di Guinea Barat kepada
Inggris.
6. Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan
diplomatik dengan Konsul Amerika, Italia, Turki di Singapura. Dan
mengirimkan utusan ke Turki 1871.
7. Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia dan
Turki di Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk
menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Nieuwenhuyzen dengan 2
kapal perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan
Machmud Syah tengtang apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu,
tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.

PERANG ACEH DARI TAHUN 1873 SAMPAI TAHUN 1904
Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh.
Perang pertama yang dipimpin oleh Panglima Polem dan Sultan Machmud
Syah melawan Belanda yang dipimpin Kohler. Kohler dengan 3000
serdadunya dapat dipatahkan, dimana Kohler sendiri tewas pada
tanggal 10 April 1873.
Perang kedua, dibawah Jenderal Van Swieten berhasil menduduki
Keraton Sultan dan dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda.
Ketika Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari 1874, digantikan oleh
Tuanku Muhammad Dawot yang dinobatkan sebagai Sultan di masjid
Indragiri.
Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang
fi'sabilillah. Dimana sistem perang gerilya ini dilangsungkan sampai
tahun 1904.
Dalam perang gerilya ini Teuku Umar bersama Panglima Polem dan
Sultan terus tanpa pantang mundur. Tetapi pada tahun 1899 ketika
terjadi serangan mendadak dari pihak Van Der Dussen di Meulaboh
Teuku Umar gugur. Tetapi Cut Nya' Dien istri Teuku Ummar siap tampil
menjadi komandan perang gerilya.

SIASAT SNOUCK HURGRONYE
Untuk mengalahkan pertahanan dan perlawan Aceh, Belanda memakai
tenaga akhli Dr Snouck Hurgronye yang menyamar selama 2 tahun di
pedalaman Aceh untuk meneliti kemasyarakatan dan ketatanegaraan
Aceh. Hasil kerjanya itu dibukukan dengan judul Rakyat Aceh ( De
Acehers). Dalam buku itu disebutkan rahasia bagaimana untuk
menaklukkan Aceh.
Dimana isi nasehat Snouck Hurgronye kepada Gubernur Militer Belanda
yang bertugas di Aceh adalah, Supaya golongan Keumala (yaitu Sultan
yang berkedudukan di Keumala) dengan pengikutnya dikesampingkan.
Menyerang terus dan menghantam terus kaum ulama. Jangan mau
berunding dengan pimpinan-pimpinan gerilya. Mendirikan pangkalan
tetap di Aceh Raya. Menunjukkan niat baik Belanda kepada rakyat
Aceh, dengan cara mendirikan langgar, masjid, memperbaiki jalan-
jalan irigasi dan membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh.
Ternyata siasat Dr Snouck Hurgronye diterima oleh Van Heutz yang
menjadi Gubernur militer dan sipil di Aceh (1898-1904). Kemudian Dr
Snouck Hurgronye diangkat sebagai penasehatnya.

TAKTIK PERANG GERILYA ACEH DITIRU VAN HEUTZ
Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz, dimana dibentuk
pasukan marsuse yang dipimpin oleh Christoffel dengan pasukan Colone
Macannya yang telah mampu dan menguasai pegunungan-pegunungan, hutan-
hutan rimba raya Aceh untuk mencari dan mengejar gerilyawan-
gerilyawan Aceh.
Taktik berikutnya yang dilakukan Belanda adalah dengan cara
penculikan anggota keluarga Gerilyawan Aceh. Misalnya Christoffel
menculik permaisuri Sultan dan Tengku Putroe (1902). Van Der Maaten
menawan putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibatnya, Sultan menyerah
pada tanggal 5 Januari 1902 ke Sigli dan berdamai. Van Der Maaten
dengan diam-diam menyergap Tangse kembali, Panglima Polem dapat
meloloskan diri, tetapi sebagai gantinya ditangkap putera Panglima
Polem, Cut Po Radeu saudara perempuannya dan beberapa keluarga
terdekatnya. Akibatnya Panglima Polem meletakkan senjata dan
menyerah ke Lo' Seumawe (1903). Akibat Panglima Polem menyerah,
banyak penghulu-penghulu rakyat yang menyerah mengikuti jejak
Panglima Polem.
Taktik selanjutnya, pembersihan dengan cara membunuh rakyat Aceh
yang dilakukan dibawah pimpinan Van Daalen yang menggantikan Van
Heutz. Seperti pembunuhan di Kuta Reh (14 Juni 1904) dimana 2922
orang dibunuhnya, yang terdiri dari 1773 laki-laki dan 1149
perempuan.
Taktik terakhir menangkap Cut Nya' Dien istri Teuku Umar yang masih
melakukan perlawanan secara gerilya, dimana akhirnya Cut Nya' Dien
dapat ditangkap dan diasingkan ke Cianjur.

SURAT PERJANJIAN PENDEK TANDA MENYERAH CIPTAAN VAN HEUTZ
Van Heutz telah menciptakan surat pendek penyerahan yang harus
ditandatangani oleh para pemimpin Aceh yang telah tertangkap dan
menyerah. Dimana isi dari surat pendek penyerahan diri itu
berisikan, Raja (Sultan) mengakui daerahnya sebagai bagian dari
daerah Hindia Belanda. Raja berjanji tidak akan mengadakan hubungan
dengan kekuasaan di luar negeri. Berjanji akan mematuhi seluruh
perintah-perintah yang ditetapkan Belanda. (RH Saragih, J Sirait, M
Simamora, Sejarah Nasional, 1987)

ACEH TIDAK TERMASUK ANGGOTA NEGARA-NEGARA BAGIAN RIS
41 tahun kemudian semenjak selesainya perang Aceh, Indonesia
diproklamasikan oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Ternyata
perjuangan untuk bebas dari cengkraman Belanda belum selesai,
sebelum Van Mook menciptakan negara-negara bonekanya yang tergabung
dalam RIS (Republik Indonesia Serikat).
Dimana ternyata Aceh tidak termasuk negara bagian dari federal
hasil ciptaan Van Mook yang meliputi seluruh Indonesia yaitu yang
terdiri dari,
1. Negara RI, yang meliputi daerah status quo berdasarkan perjanjian
Renville.
2. Negara Indonesia Timur.
3. Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta
4. Negara Jawa Timur
5. Negara Madura
6. Negara Sumatra Timur, termasuk daerah status quo Asahan Selatan
dan Labuhan Batu
7. Negara Sumatra Selatan
8. Satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri, seperti Jawa Tengah,
Bangka-Belitung, Riau, Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Dayak
Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur.
9. Daerah.daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah
bagian.
Yang terpilih menjadi Presiden RIS adalah Soekarno dalam sidang
Dewan Pemilihan Presiden RIS pada tanggal 15-16 Desember 1949. Pada
tanggal 17 Desember 1949 Presiden Soekarno dilantik menjadi Presiden
RIS. Sedang untuk jabatan Perdana Menteri diangkat Mohammad Hatta.
Kabinet dan Perdana Menteri RIS dilantik pada
tanggal 20 Desember 1949.

PENGAKUAN BELANDA KEPADA KEDAULATAN RIS TANPA ACEH
Belanda dibawah Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees,
Menteri Seberang Lautnan Mr AMJA Sassen dan ketua Delegasi RIS Moh
Hatta membubuhkan tandatangannya pada naskah pengakuan kedaulatan
RIS oleh Belanda dalam upacara pengakuan kedaulatan RIS pada tanggal
27 Desember 1949. Pada tanggal yang sama, di Yogyakarta dilakukan
penyerahan kedaulatan RI kepada RIS. Sedangkan di Jakarta pada hari
yang sama, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota AHJ
Lovink dalam suatu upacara bersama-sama membubuhkan tandangannya
pada naskah penyerahan kedaulatan. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-
1949, Sekretariat Negara RI, 1986)

KEMBALI KE NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Tanggal 8 Maret 1950 Pemerintah RIS dengan persetujuan Parlemen
(DPR) dan Senat RIS mengeluarkan Undang-Undang Darurat No 11 tahun
1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Berdasarkan
Undang-Undang Darurat itu, beberapa negara bagian menggabungkan ke
RI, sehingga pada tanggal 5 April 1950 yang tinggal hanya tiga
negara bagian yaitu, RI, NST (Negara Sumatera Timur), dan NIT
(Negara Indonesia Timur).
Pada tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen dan Senat RIS mengesahkan
Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik
Indonesia hasil panitia bersama.
Pada rapat gabungan Parlemen dan Senat RIS pada tanggal 15 Agustus
1950, Presiden RIS Soekarno membacakan piagam terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pada hari itu juga Presiden Soekarno
kembali ke Yogya untuk menerima kembali jabatan Presiden RI dari
Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI Mr. Asaat. (30 Tahun
Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986)

MAKLUMAT NII ACEH OLEH DAUD BEUREUEH
3 tahun setelah RIS bubar dan kembali menjadi RI, Daud Beureueh di
Aceh memaklumatkan Negara Islam Indonesia di bawah Imam SM
Kartosoewirjo pada tanggal 20 September 1953.
Isi Maklumat NII di Aceh adalah,
Dengan Lahirnja Peroklamasi Negara Islam Indonesia di Atjeh dan
daerah sekitarnja, maka lenjaplah kekuasaan Pantja Sila di Atjeh dan
daerah sekitarnja, digantikan oleh pemerintah dari Negara Islam.
Dari itu dipermaklumkan kepada seluruh Rakjat, bangsa asing, pemeluk
bermatjam2 Agama, pegawai negeri, saudagar dan sebagainja.
1. Djangan menghalang2i gerakan Tentara Islam Indonesia, tetapi
hendaklah memberi bantuan dan bekerdja sama untuk menegakkan
keamanan dan kesedjahteraan Negara.
2. Pegawai2 Negeri hendaklah bekerdja terus seperti biasa,
bekerdjalah dengan sungguh2 supaja roda pemerintahan terus berdjalan
lantjar.
3. Para saudagar haruslah membuka toko, laksanakanlah pekerdjaan itu
seperti biasa, Pemerintah Islam mendjamin keamanan tuan2.
4. Rakjat seluruhnja djangan mengadakan Sabotage, merusakkan harta
vitaal, mentjulik, merampok, menjiarkan kabar bohong, inviltratie
propakasi dan sebagainja jang dapat mengganggu keselamatan Negara.
Siapa sadja jang melakukan kedjahatan2 tsb akan dihukum dengan
hukuman Militer.
5. Kepada tuan2 bangsa Asing hendaklah tenang dan tentram,
laksanakanlah kewadjiban tuan2 seperti biasa keamanan dan
keselamatan tuan2 didjamin.
6. Kepada tuan2 yang beragama selain Islam djangan ragu2 dan sjak
wasangka, jakinlah bahwa Pemerintah N.I.I. mendjamin keselamatan
tuan2 dan agama jang tuan peluk, karena Islam memerintahkan untuk
melindungi tiap2 Umat dan agamanja seperti melindungi Umat dan Islam
sendiri. Achirnja kami serukan kepada seluruh lapisan masjarakat
agar tenteram dan tenang serta laksanakanlah kewadjiban masing2
seperti biasa.
Negara Islam Indonesia
Gubernur Sipil/Militer Atjeh dan Daerah sekitarnja.
MUHARRAM 1373
Atjeh Darussalam
September 1953

DESEMBER 1962 DAUD BEUREUEH MENYERAH KEPADA PENGUASA DAULAH
PANCASILA
Bulan Desember 1962, 7 bulan setelah Sekarmadji Maridjan
Kartosuwirjo Imam NII tertangkap (4 Juni 1962) di atas Gunung Geber
di daerah Majalaya oleh kesatuan-kesatuan Siliwangi dalam rangka
Operasi Bratayudha, Daud Beureueh di Aceh menyerah kepada Penguasa
Daulah Pancasila setelah dilakukan "Musyawarah Kerukunan Rakyat
Aceh" atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin.
(30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986)

HASAN DI TIRO MENDEKLARASIKAN NEGARA ACEH SUMATERA 4 DESEMBER 1976
14 tahun kemudian setelah Daud Beureue menyerah kepada Penguasa
Daulah Pancasila, Hasan Muhammad di Tiro pada tanggal 4 Desember
1976 mendeklarasikan kemerdekaan Aceh Sumatra. Dimana bunyi
deklarasi kemerdekaan Negara Aceh Sumatra yang saya kutif dari
buku "The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di
Tiro" (National Liberation Front of Acheh Sumatra,1984) yang
menyangkut " Declaration of Independence of Acheh Sumatra" (hal: 15-
17) adalah,
"To the people of the world: We, the people of Acheh, Sumatra,
exercising our right of self-determination, and protecting our
historic right of eminent domain to our fatherland, do hereby
declare ourselves free and independent from all political control of
the foreign regime of Jakarta and the alien people of the island of
Java....In the name of sovereign people of Acheh, Sumatra. Tengku
Hasan Muhammad di Tiro. Chairman, National Liberation Front of Acheh
Sumatra and Head of State Acheh, Sumatra, December 4, 1976".
("Kepada rakyat di seluruh dunia: Kami, rakyat Aceh, Sumatra
melaksanakan hak menentukan nasib sendiri, dan melindungi hak
sejarah istimewa nenek moyang negara kami, dengan ini
mendeklarasikan bebas dan berdiri sendiri dari semua kontrol politik
pemerintah asing Jakarta dan dari orang asing Jawa....Atas nama
rakyat Aceh, Sumatra yang berdaulat. Tengku Hasan Muhammad di Tiro.
Ketua National Liberation Front of Acheh Sumatra dan Presiden Aceh
Sumatra, 4 Desember 1976") (The Price of Freedom: the unfinished
diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh
Sumatra,1984, hal : 15, 17).



Daftar Gubernur
1945 - 1946 Teuku Nyak Arif
1947 - 1948 Teuku Daud Syah
1948 - 1951 Daud Beureuh (Gubernur Militer)
1951 - 1952 Danu Broto
1952 - 1953 Teuku Sulaiman Daud
1953 - 1955 Abdul Wahab
1955 - 1956 Abdul Razak
1957 - 1964 Prof. Dr. Ali Hasyimi
1954 - 1966 Nyak Adam Kamil
1966 - 1967 H. Asbi Wahidi
1968 - 1978 A. Muzakir Walad
1978 - 1981 A. Madjid Ibrahim
1981 - 1986 Hadi Thayeb
1986 - 1991 Prof. Dr. Ibrahim Hassan
1991 - 1993 Prof. Dr. Ibrahim Hassan
1993 - 21 Juni 2000 Prof Dr Syamsudin Mahmud
21 Juni November 2000 Ramli Ridwan Pejabat Gubernur
November 2000 - 19 Juli 2004 Abdullah Puteh Nanggroe Aceh Darussalam, diberhentikan sementara sejak 26 Desember2004
19 Juli 2004 - Azwar Abubakar
Plt Azwar Abubakar, mengantikan Abdullah Puteh yang dipenjara 10 Tahun karena kasus korupsi

Powered by ScribeFire.

Read More......

Sekelumit kisah bala bantuan di awal tsunami

saya masih menangisi saudara saudara saya,
saya masih menangisi saudara saudara saya...

dikutip dari laporan utama tempo 26 desember 2005.

Inilah hiruk-pikuk di pusat kekuasaan tiga hari pertama setelah tsunami. Mengenang setahun tragedi itu, beberapa sumber termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla serta Menteri Komunikasi dan Informasi Sofjan Djalil menuturkan kenangan mereka kepada Tempo.

Baru duduk di jok mobilnya, telepon seluler Jusuf Kalla berdering-dering. Staf pribadinya melaporkan: ”Pak, di Aceh ada tsunami. Dahsyat sekali.” Pagi itu, 26 Desember 2004, Kalla hendak menghadiri halal bihalal warga Aceh di Senayan, Jakarta. Kalla lalu mengirim pesan pendek ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang nun jauh di Nabire, Papua. Presiden menemui korban gempa yang melumat Nabire sehari sebelumnya.


Presiden membalas: ”Saya sudah dengar. Tolong koordinasikan.” Kalla lalu menelepon Azwar Abubakar, Wakil Gubernur Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Gubernur Abdullah Puteh saat itu telah ditahan di penjara Salemba karena dugaan kasus korupsi.

Kalla kemudian mengontak Kapten Didit Soerjadi, pilot pesawat pribadinya. Didit sedang beristirahat. ”Kau segera mandi dan berangkat ke Aceh,” perintah Kalla. Semuanya serba buru-buru. Perintah terus mengalir saat Didit mandi. ”Lucu juga, saya mandi sambil terima telepon Pak Wapres,” kenang sang pilot. Wapres menggegas para stafnya menelepon semua pejabat di Aceh. Tak satu pun menyahut. Kalla mulai cemas.

Di Aceh, dunia berhenti pagi itu. Bumi berguncang dengan kekuatan 8,6 pada skala Richter, air laut tumpah ke daratan. Beberapa keluarga sempat mengabarkan soal air bah kepada kerabat di Jakarta. Cuma sebentar. Lalu telepon putus total.

Halal bihalal warga Aceh di Senayan dibuka pada pukul sembilan lebih, berlangsung dalam suasana tegang. Berita tsunami sudah menyebar. Banyak yang sibuk menelepon. Beberapa orang berlinang air mata. Ada yang histeris, ada yang gusar. Kalla berpidato sekenanya. Hampir tak ada yang mendengar. ”Orang-orang ingin acara itu cepat kelar,” tutur Kalla kepada Tempo. Turun panggung, Kalla menggelar rapat mendadak di situ.

Dia memerintahkan Sofjan Djalil memimpin rombongan pemerintah pertama ke Aceh pada hari pertama tsunami. ”Pakai pesawat saya saja,” kata Wapres. Anggota rombongan 30 orang, antara lain Menteri Perumahan Rakyat Yusuf Azhari, Azwar Abubakar, dan beberapa tetua Aceh. Kalla membekali Sofyan uang Rp 200 juta dan sebuah telepon satelit. ”Begitu kau tiba di Aceh, langsung telepon saya,” perintahnya.

Pesawat berputar dua kali di langit Banda Aceh. ”Dari udara Aceh terlihat hancur total,” tutur Kapten Didit. Menara bandara retak. Tak ada satu pun petugas di menara. Untung, pesawat mulus mendarat. Saat itu sekitar pukul enam sore.

Anggota rombongan membeli beras dan mi instan di beberapa toko dekat bandara, lalu beranjak ke pendapa kantor gubernur sekitar pukul tujuh malam. Jalanan sunyi senyap. Gelap gulita. Satu-satunya penerangan cuma lampu mobil.Mayat bergelimpangan di jalan, di kolong rumah, tersangkut di dahan pohon. Beberapa ekor anjing berlari kian kemari. Anggota rombongan mulai menangis sesenggukan.

Malam itu ratusan orang menumpuk di pendapa kantor gubernur. Banyak yang luka parah. Puluhan mayat dijejerkan di latar depan pendapa. Aceh lumpuh total. Koordinasi tak jalan karena aparat pemerintah pusing mencari sanak keluarga. Kepala Polres Banda Aceh hanyut ditelan tsunami.

Azwar Abubakar, Wakil Gubernur Aceh, sejatinya bisa memimpin. Namun, dia sedang galau. Rumahnya di Blang Padang hancur. Ia tak tahu nasib anak-anaknya. Wakil Gubernur ini pulang ke rumahnya ditemani Sofjan Djalil dan dikawal dua tentara. Mobil melaju dalam gelap, menghindari mayat-mayat yang direbahkan di kiri-kanan jalan. Mobil berhenti kira-kira 50 meter dari rumah Azwar sebab sampah menggunung menutup jalan.

Wakil Gubernur turun ditemani seorang tentara. Dipandu nyala senter, mereka mengendap-endap. Sofjan menunggu dengan cemas. Setengah jam berlalu, Azwar pulang. ”Di rumah banyak mayat, tapi anak-anakku tak kelihatan,” katanya penuh kecemasan. Mereka lalu balik ke pendapa.

Berkali-kali Sofjan menelepon Jusuf Kalla di Jakarta. Tak bersahut. Di Jakarta, Wapres menggelar sidang kabinet darurat di rumah dinas Jalan Diponegoro pada pukul 21.30 WIB. Sembilan menteri dan Panglima TNI hadir. Sembari rapat, Kalla berkali-kali pula mengontak Sofjan. Tak bersambung juga. ”Sofjan itu bawa telepon satelit kok tidak sambung-sambung,” kata Kalla.

Di Aceh, Sofjan memutuskan mengirim kabar lewat Orari Angkatan Udara. Orari Jakarta meneruskan pesan itu ke telepon seluler Jusuf Kalla. Ini laporan pertama Sofjan dari wilayah bencana: ”Pak, korban sekitar 5.000 hingga 6.000.” ”Astagfirullah, astagfirullah,” kata Kalla berkali-kali sembari mengusap wajah. Sejumlah menteri tertunduk. Hening menyapu ruang rapat.

Kalla melanjutkan pesan ke Presiden Yudhoyono yang malam itu sudah tiba di Jayapura. Presiden menyampaikan belasungkawa kepada korban bencana. Besoknya, Presiden terbang ke Aceh.

Pukul sepuluh malam, telepon satelit Sofjan sukses menembus Jakarta. ”Eh, ini Sofjan,” ujar Kalla kegirangan. ”Apa yang terjadi? Kenapa kau tak telepon-telepon?” tanya Kalla dengan suara keras. ”Saya stres, Pak. Di sini gelap sekali,” sahut Sofjan dari seberang. ”Besok aku susul ke sana,” ujar Kalla. Percakapan ditutup.

Malam itu Kalla mematangkan persiapan ke Aceh. ”Saya minta Anda menyediakan dana sepuluh miliar uang kontan,” perintah Kalla kepada Menteri Keuangan Jusuf Anwar. Jusuf tertegun. ”Pak, kalau segitu tak ada,” jawabnya. ”Saya tidak mau tahu. Itu urusanmu,” kata Kalla. Rapat bubar larut malam.

Di larut malam itu, pendapa kantor gubernur di Banda Aceh masih gaduh. Warga yang luka parah dirawat seadanya. Koordinasi sulit karena aparat sibuk mencari keluarga masing-masing. Kepala Polda Aceh Bahrumsyah datang ke pendapa dengan terengah-engah. Wajahnya letih. Si Kapolda cuma mengenakan pakaian dinas tanpa alas kaki alias nyeker. Orang hilir-mudik di pendapa membikin Sofjan bingung menjaga uang Rp 200 juta yang dia bawa dari Jakarta. Ia meminta seorang anggota DPRD dari Partai Keadilan Sejahtera menjaga uang itu. ”Orangnya berjenggot. Uang pasti aman,” ujar Sofjan.

Sang Menteri lalu merebahkan badan di atas karpet. Belum lagi mata terpejam, terdengar pekikan, ”Gempa! Gempa!” Orang-orang berlari. Sofjan ikut kabur. Setelah bergoyang beberapa menit, bumi kembali tenang. Warga kembali ke pendapa. Tak berapa lama, teriakan gempa terdengar lagi. Semua berhamburan, termasuk Pak Menteri. Malam itu gempa datang berkali-kali. Lama-lama, Sofjan putus urat takutnya. Saat orang-orang kabur, ia terlelap. ”Sudah jam dua pagi, masak lari-lari terus. Saya lelah sekali,” kenangnya. Besoknya, orang ramai menggunjingkan kehebatan nyali Pak Menteri.

* * *


Hari kedua, 27 Desember. Entah bagaimana caranya, Menteri Keuangan berhasil menyediakan uang kontan pagi itu. Jumlah Rp 6 miliar. Menjelang siang Kalla terbang ke Aceh membawa serta uang tersebut, diisi dalam satu peti. Petang hari, Presiden Yudhoyono mendarat di Lhokseumawe. Wajahnya sedih. ”Tadi pagi saya meninjau Nabire. Sore ini saya di Lhokseumawe menemui saudara-saudara yang tertimpa musibah lebih besar lagi,” katanya.

Setibanya di Banda Aceh, Kalla memerintahkan stafnya memborong beras, mi instan, dan aneka makanan lain. Karena berasnya kurang, Kalla bertanya, ”Eh, berasnya sedikit sekali. Mana beras dari Dolog?” Seseorang menjawab, pintu Dolog digembok. Si pemegang kunci tak diketahui rimbanya. Wakil Presiden menyergah dalam nada tinggi ”Buka! Kalau tak bisa, tembak gerendelnya. Apa perlu tanda tangan Wapres untuk buka pintu Dolog?” Suasana tegang. Beberapa polisi bergegas.Gembok ditembak. Beras pun mengalir.

Rombongan Kalla berlalu ke pendapa kantor gubernur. Di Lambaro, mereka menyaksikan ratusan mayat berjejer di depan toko. ”Masya Allah,” ucap Kalla. Badannya lemas. Di pendapa ia menggelar rapat, lalu keliling kota bersama Mar’ie Muhammad, Ketua Palang Merah Indonesia, yang datang sehari sebelumnya. Kota itu seperti lautan mayat.

Mayat-mayat harus segera dikubur karena bau busuk menikam hidung. Untung, ada seorang ustad. Kalla minta ustad itu mendoakan tumpukan jenazah sebelum dikuburkan. Tapi siapa yang menjamin sahnya pemakaman? ”Saya jamin,” kata Kalla. Ia mencorat-coret di atas kertas, lalu membubuhkan parafnya. ”Tolong keluarkan ayat yang pantas-pantas saja,” pintanya kepada ustad.

Sore hari Kalla terbang dengan helikopter ke Lhok Nga untuk menjatuhkan mi instan dari udara. Helikopter itu tak punya sabuk pengaman. Setiap pesawat memutar, tubuh Kalla serong ke kiri, serong ke kanan. Rombongan Kalla terbang ke Medan pukul tujuh malam. Sofjan Djalil yang sudah dua hari di Banda Aceh minta ikut pulang. ”Baru dua hari sudah minta pulang. Kau tetap di sini,” jawab Kalla. Malam itu Sofjan pusing tujuh keliling menjaga uang satu peti yang dibawa Kalla. Takut uang itu dicolong, Menteri Sofjan dan kawan-kawannya tidur mengitari peti itu.

* * *

Hari ketiga, 28 Desember. Presiden Yuhdoyono terbang dari Lhokseumawe menuju Banda Aceh. Kalla yang sudah berada di Medan mendapat kabar Meulaboh rata tanah. Ia memerintahkan stafnya mencari pesawat ke sana. Dapat pesawat Angkatan Udara. Dari udara, Meulaboh tampak seperti tanah gusuran. ”Astagfirullah,” ucap Kalla berkali-kali.

Kalla meminta pilot terbang lebih rendah. Pilot mengangguk. Kalla minta lebih rendah lagi. Kali ini pilot bilang, ”Tak bisa, Pak. Bahaya.” ”Kau ini orang mana?” tanya Kalla. ”Saya orang Makassar, Pak,” jawab si pilot. ”Ah, orang Makassar kok penakut,” sergah Kalla. Pilot mengalah, pesawat melayang cuma beberapa meter di atas pucuk kelapa. Untung saja arahnya ke laut.

Setelah berkali-kali memutar di atas Meulaboh, pesawat kembali ke Medan. Kalla langsung rapat dengan Gubernur Sumatera Utara Rizal Nurdin—kini sudah almarhum. Dia memerintahkan Gubernur mengirim makanan ke Meulaboh. Keduanya sempat bersoal-jawab.

+ ”Bagaimana caranya, Pak?” tanya Gubernur.

- ”Lewat udara, buang dari pesawat,” jawab Kalla.

+ ”Kalau dibuang nanti pecah, Pak.”

- ”Tidak apa-apa, toh sampai di perut pecah juga.”

+ ”Ya, tapi nanti basah Pak.”

- ”Bungkus saja pakai plastik.”

+ ”Pak, nanti jatuh ke GAM,” Gubernur berusaha menjelaskan.

- ” Tidak apa-apa. GAM juga manusia. Perlu makan,” nada Kalla mulai meninggi.

Beberapa orang membisiki Gubernur supaya jangan membantah.

+ ”Jadi, bagaimana, bisa atau tidak?” tanya Kalla.

- ”Siap, Pak,” jawab Gubernur.

Pesawat pemasok makanan melayang ke Meulaboh. Presiden dan Wakil Presiden terbang kembali ke Jakarta. Lalu, bantuan kemanusiaan mulai mengalir dari segenap penjuru dunia….

Powered by ScribeFire.

Read More......