Monday, April 23, 2007

Aceh History

(catatan berikut ini disusun oleh Ahmad Sudirman dan dapat juga
diakses di alamat : http://www.dataphone.se/~ahmad/991128.htm

SEBELUM DINASTI USMANIYAH DI TURKI BERDIRI, KERAJAAN ISLAM SAMUDERA-
PASAI DI ACEH TELAH BERDIRI
Sebelum Dinasti Usmaniyah di Turki berdiri pada tahun 699 H-1341 H
atau bersamaan dengan tahun 1385 M-1923 M, ternyata nun jauh di
belahan dunia sebelah timur, di dunia bagian Asia, telah muncul
Kerajaan Islam Samudera-Pasai yang berada di wilayah Aceh yang
didirikan oleh Mara Silu yang segera berganti nama setelah masuk
Islam dengan nama Malik ul Saleh yang meninggal pada tahun 1297.
Dimana penggantinya tidak jelas, namun pada tahun 1345 Samudera-
Pasai diperintah oleh Malik ul Zahir, cucu Malik ul Saleh.

KETIKA SRIWIJAYA-PALEMBANG-BUDDHA LEMAH, MUNCUL SAMUDERA-PASAI-ACEH-
ISLAM
Kedaulatan kerajaan Sriwijaya (684 M- 1377 M) dibawah dinasti
Syailendra dengan rajanya yang pertama Balaputera Dewa, yang
berpusat di Palembang Sumatera Selatan makin kuat dan daerahnya
makin luas, setelah daerah dan kerajaan Melayu, Tulang Bawang, Pulau
Bangka, Jambi, Genting Kra dan daerah Jawa Barat didudukinya
Ketika Sriwijaya sedang mencapai puncak kekuatannya, ternyata
mengundang raja Rajendrachola dari Cholamandala di India selatan
tidak bisa menahan nafsu serakahnya, maka pada tahun 1023 lahirlah
serangan dari raja India selatan ini kepada Sriwijaya. Ternyata
dinasti Syailendra ini tidak mampu menahan serangan tentara Hindu
India selatan ini, raja Sriwijaya ditawannya dan tentara Chola dari
India selatan ini kembali ke negerinya. Walaupun Sriwijaya bisa
dilumpuhkan, tetapi tetap kerajaan Buddha ini hidup sampai pada
tahun 1377.

Disaat-saat Sriwijaya ini lemah, muncullah kerajaan Islam Samudera-
Pasai di Aceh dengan rajanya Malik ul Saleh dan diteruskan oleh
cucunya Malik ul Zahir.

POLITIK SAMUDERA-PASAI-ISLAM BERTENTANGAN DENGAN POLITIK GAJAH MADA-
MAJAPAHIT-SYIWA-PALAPA
Gajah Mada yang diangkat sebagai patih di Kahuripan (1319-1321)
oleh raja Jayanegara dari Majapahit. Dan pada tahun 1331, naik
pangkat Gajah Mada menjadi Mahapatih Majapahit yang diangkat oleh
raja Tribuana Tunggadewi.
Ketika pelantikan Gajah Mada menjadi Mahapatih Majapahit inilah
keluar ucapannya yang disebut dengan sumpah palapa yang
berisikan "dia tidak akan menikmati palapa sebelum seluruh Nusantara
berada dibawah kekuasaan kerajaan Majapahit".
Ternyata dengan dasar sumpah palapanya inilah Gajah Mada merasa
tidak senang ketika mendengar dan melihat bahwa Samudera-Pasai-Islam
di Aceh makin berkembang dan maju.
Pada tahun 1350 Majapahit menggempur Samudera-Pasai dan
mendudukinya. 27 tahun kemudian pada tahun 1377 giliran Sriwijaya
digempurnya, sehingga habislah riwayat Sriwijaya sebagai negara
buddha yang berpusat di Palembang ini.

GILIRAN MAJAPAHIT-HINDU DIGEMPUR DEMAK-ISLAM
Ketika raja Hayam Wuruk dari Majapahit meninggal tahun 1389,
digantikan oleh putrinya Kusumawardani dan suaminya. Ternyata pada
masa ini timbul perang saudara antara Kusumawardani dengan Wirabhumi
(putra Hayam Wuruk dari selirnya). Dalam perang saudara yang dikenal
dengan nama Paregreg (1401-1406) Wirabhumi bisa dikalahkan.
Akibat dari perang saudara ini Majapahit menjadi lemah dan mundur
dan titik lemahnya adalah ketika Girindrawardana memegang tapuk
pimpinan Majapahit dan pada tahun 1525 digempur oleh Kerajaan Islam
Demak yang dibangun oleh Raden Patah yang tertarik dan belajar Islam
di Sunan Ngampel, yang juga sebenarnya Raden Patah ini masih
keturunan raja Majapahit yaitu Brawijaya.

ACEH LAWAN PORTUGIS
Ketika kerajaan Islam Samudera-Pasai lemah setelah mendapat pukulan
Majapahit dibawah Gajah Mada-nya, maka Kerajaan Islam Malaka yang
muncul dibawah Paramisora (Paramesywara) yang berganti nama setelah
masuk Islam dengan panggilan Iskandar Syah. Kerajaan Islam Malaka
ini maju pesat sampai pada tahun 1511 ketika Portugis dibawah
pimpinan Albuquerque dengan armadanya menaklukan Malaka.
Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis, kembali Aceh bangkit dibawah
pimpinan Sultan Ali Mukayat Syah (1514-1528). Yang diteruskan oleh
Sultan Salahuddin (1528-1537). Sultan Alauddin Riayat Syahal Kahar
(1537-1568). Sultan Ali Riyat Syah (1568-1573). Sultan Seri Alam
(1576. Sultan Muda (1604-1607). Sultan Iskandar Muda, gelar marhum
mahkota alam (1607-1636). Semua serangan yang dilancarkan pihak
Portugis dapat ditangkisnya oleh Sultan-sultan Aceh ini.
Selama periode akhir abad 17 sampai awal abad 19 keadaan Aceh
tenang.

SEBAB TIMBUL PERANG ACEH LAWAN BELANDA
Tahun 1873 pecah perang Aceh melawan Belanda. Perang Aceh disebabkan
karena,
1. Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari perjanjian Siak 1858.
Dimana Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan dan
Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan
Iskandar Muda ada dibawah kekuasaan Aceh.
2. Belanda melanggar Siak, maka berakhirlah perjanjian London
(1824). Dimana isi perjanjian London adalah Belanda dan Inggris
membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia
Tenggara yaitu dengan garis lintang Sinagpura. Keduanya mengakui
kedaulatan Aceh.
3. Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga kapal-
kapal Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan Aceh.
Perbuatan Aceh ini disetujui Inggris, karena memang Belanda
bersalah.
4. Di bukanya terusan Suez oleh Ferdinand de Lessep. Menyebabkan
perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalulintas perdagangan.
5. Dibuatnya Perjanjian Sumatera 1871 antara Inggris dan Belanda,
yang isinya, Inggris memberika keleluasaan kepada Belanda untuk
mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan
lalulintas di Selat Sumatera. Belanda mengizinkan Inggris bebas
berdagang di Siak dan menyerahkan daerahnya di Guinea Barat kepada
Inggris.
6. Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan
diplomatik dengan Konsul Amerika, Italia, Turki di Singapura. Dan
mengirimkan utusan ke Turki 1871.
7. Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia dan
Turki di Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk
menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Nieuwenhuyzen dengan 2
kapal perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan
Machmud Syah tengtang apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu,
tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.

PERANG ACEH DARI TAHUN 1873 SAMPAI TAHUN 1904
Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh.
Perang pertama yang dipimpin oleh Panglima Polem dan Sultan Machmud
Syah melawan Belanda yang dipimpin Kohler. Kohler dengan 3000
serdadunya dapat dipatahkan, dimana Kohler sendiri tewas pada
tanggal 10 April 1873.
Perang kedua, dibawah Jenderal Van Swieten berhasil menduduki
Keraton Sultan dan dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda.
Ketika Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari 1874, digantikan oleh
Tuanku Muhammad Dawot yang dinobatkan sebagai Sultan di masjid
Indragiri.
Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang
fi'sabilillah. Dimana sistem perang gerilya ini dilangsungkan sampai
tahun 1904.
Dalam perang gerilya ini Teuku Umar bersama Panglima Polem dan
Sultan terus tanpa pantang mundur. Tetapi pada tahun 1899 ketika
terjadi serangan mendadak dari pihak Van Der Dussen di Meulaboh
Teuku Umar gugur. Tetapi Cut Nya' Dien istri Teuku Ummar siap tampil
menjadi komandan perang gerilya.

SIASAT SNOUCK HURGRONYE
Untuk mengalahkan pertahanan dan perlawan Aceh, Belanda memakai
tenaga akhli Dr Snouck Hurgronye yang menyamar selama 2 tahun di
pedalaman Aceh untuk meneliti kemasyarakatan dan ketatanegaraan
Aceh. Hasil kerjanya itu dibukukan dengan judul Rakyat Aceh ( De
Acehers). Dalam buku itu disebutkan rahasia bagaimana untuk
menaklukkan Aceh.
Dimana isi nasehat Snouck Hurgronye kepada Gubernur Militer Belanda
yang bertugas di Aceh adalah, Supaya golongan Keumala (yaitu Sultan
yang berkedudukan di Keumala) dengan pengikutnya dikesampingkan.
Menyerang terus dan menghantam terus kaum ulama. Jangan mau
berunding dengan pimpinan-pimpinan gerilya. Mendirikan pangkalan
tetap di Aceh Raya. Menunjukkan niat baik Belanda kepada rakyat
Aceh, dengan cara mendirikan langgar, masjid, memperbaiki jalan-
jalan irigasi dan membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh.
Ternyata siasat Dr Snouck Hurgronye diterima oleh Van Heutz yang
menjadi Gubernur militer dan sipil di Aceh (1898-1904). Kemudian Dr
Snouck Hurgronye diangkat sebagai penasehatnya.

TAKTIK PERANG GERILYA ACEH DITIRU VAN HEUTZ
Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz, dimana dibentuk
pasukan marsuse yang dipimpin oleh Christoffel dengan pasukan Colone
Macannya yang telah mampu dan menguasai pegunungan-pegunungan, hutan-
hutan rimba raya Aceh untuk mencari dan mengejar gerilyawan-
gerilyawan Aceh.
Taktik berikutnya yang dilakukan Belanda adalah dengan cara
penculikan anggota keluarga Gerilyawan Aceh. Misalnya Christoffel
menculik permaisuri Sultan dan Tengku Putroe (1902). Van Der Maaten
menawan putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibatnya, Sultan menyerah
pada tanggal 5 Januari 1902 ke Sigli dan berdamai. Van Der Maaten
dengan diam-diam menyergap Tangse kembali, Panglima Polem dapat
meloloskan diri, tetapi sebagai gantinya ditangkap putera Panglima
Polem, Cut Po Radeu saudara perempuannya dan beberapa keluarga
terdekatnya. Akibatnya Panglima Polem meletakkan senjata dan
menyerah ke Lo' Seumawe (1903). Akibat Panglima Polem menyerah,
banyak penghulu-penghulu rakyat yang menyerah mengikuti jejak
Panglima Polem.
Taktik selanjutnya, pembersihan dengan cara membunuh rakyat Aceh
yang dilakukan dibawah pimpinan Van Daalen yang menggantikan Van
Heutz. Seperti pembunuhan di Kuta Reh (14 Juni 1904) dimana 2922
orang dibunuhnya, yang terdiri dari 1773 laki-laki dan 1149
perempuan.
Taktik terakhir menangkap Cut Nya' Dien istri Teuku Umar yang masih
melakukan perlawanan secara gerilya, dimana akhirnya Cut Nya' Dien
dapat ditangkap dan diasingkan ke Cianjur.

SURAT PERJANJIAN PENDEK TANDA MENYERAH CIPTAAN VAN HEUTZ
Van Heutz telah menciptakan surat pendek penyerahan yang harus
ditandatangani oleh para pemimpin Aceh yang telah tertangkap dan
menyerah. Dimana isi dari surat pendek penyerahan diri itu
berisikan, Raja (Sultan) mengakui daerahnya sebagai bagian dari
daerah Hindia Belanda. Raja berjanji tidak akan mengadakan hubungan
dengan kekuasaan di luar negeri. Berjanji akan mematuhi seluruh
perintah-perintah yang ditetapkan Belanda. (RH Saragih, J Sirait, M
Simamora, Sejarah Nasional, 1987)

ACEH TIDAK TERMASUK ANGGOTA NEGARA-NEGARA BAGIAN RIS
41 tahun kemudian semenjak selesainya perang Aceh, Indonesia
diproklamasikan oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Ternyata
perjuangan untuk bebas dari cengkraman Belanda belum selesai,
sebelum Van Mook menciptakan negara-negara bonekanya yang tergabung
dalam RIS (Republik Indonesia Serikat).
Dimana ternyata Aceh tidak termasuk negara bagian dari federal
hasil ciptaan Van Mook yang meliputi seluruh Indonesia yaitu yang
terdiri dari,
1. Negara RI, yang meliputi daerah status quo berdasarkan perjanjian
Renville.
2. Negara Indonesia Timur.
3. Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta
4. Negara Jawa Timur
5. Negara Madura
6. Negara Sumatra Timur, termasuk daerah status quo Asahan Selatan
dan Labuhan Batu
7. Negara Sumatra Selatan
8. Satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri, seperti Jawa Tengah,
Bangka-Belitung, Riau, Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Dayak
Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur.
9. Daerah.daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah
bagian.
Yang terpilih menjadi Presiden RIS adalah Soekarno dalam sidang
Dewan Pemilihan Presiden RIS pada tanggal 15-16 Desember 1949. Pada
tanggal 17 Desember 1949 Presiden Soekarno dilantik menjadi Presiden
RIS. Sedang untuk jabatan Perdana Menteri diangkat Mohammad Hatta.
Kabinet dan Perdana Menteri RIS dilantik pada
tanggal 20 Desember 1949.

PENGAKUAN BELANDA KEPADA KEDAULATAN RIS TANPA ACEH
Belanda dibawah Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees,
Menteri Seberang Lautnan Mr AMJA Sassen dan ketua Delegasi RIS Moh
Hatta membubuhkan tandatangannya pada naskah pengakuan kedaulatan
RIS oleh Belanda dalam upacara pengakuan kedaulatan RIS pada tanggal
27 Desember 1949. Pada tanggal yang sama, di Yogyakarta dilakukan
penyerahan kedaulatan RI kepada RIS. Sedangkan di Jakarta pada hari
yang sama, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota AHJ
Lovink dalam suatu upacara bersama-sama membubuhkan tandangannya
pada naskah penyerahan kedaulatan. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-
1949, Sekretariat Negara RI, 1986)

KEMBALI KE NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Tanggal 8 Maret 1950 Pemerintah RIS dengan persetujuan Parlemen
(DPR) dan Senat RIS mengeluarkan Undang-Undang Darurat No 11 tahun
1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Berdasarkan
Undang-Undang Darurat itu, beberapa negara bagian menggabungkan ke
RI, sehingga pada tanggal 5 April 1950 yang tinggal hanya tiga
negara bagian yaitu, RI, NST (Negara Sumatera Timur), dan NIT
(Negara Indonesia Timur).
Pada tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen dan Senat RIS mengesahkan
Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik
Indonesia hasil panitia bersama.
Pada rapat gabungan Parlemen dan Senat RIS pada tanggal 15 Agustus
1950, Presiden RIS Soekarno membacakan piagam terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pada hari itu juga Presiden Soekarno
kembali ke Yogya untuk menerima kembali jabatan Presiden RI dari
Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI Mr. Asaat. (30 Tahun
Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986)

MAKLUMAT NII ACEH OLEH DAUD BEUREUEH
3 tahun setelah RIS bubar dan kembali menjadi RI, Daud Beureueh di
Aceh memaklumatkan Negara Islam Indonesia di bawah Imam SM
Kartosoewirjo pada tanggal 20 September 1953.
Isi Maklumat NII di Aceh adalah,
Dengan Lahirnja Peroklamasi Negara Islam Indonesia di Atjeh dan
daerah sekitarnja, maka lenjaplah kekuasaan Pantja Sila di Atjeh dan
daerah sekitarnja, digantikan oleh pemerintah dari Negara Islam.
Dari itu dipermaklumkan kepada seluruh Rakjat, bangsa asing, pemeluk
bermatjam2 Agama, pegawai negeri, saudagar dan sebagainja.
1. Djangan menghalang2i gerakan Tentara Islam Indonesia, tetapi
hendaklah memberi bantuan dan bekerdja sama untuk menegakkan
keamanan dan kesedjahteraan Negara.
2. Pegawai2 Negeri hendaklah bekerdja terus seperti biasa,
bekerdjalah dengan sungguh2 supaja roda pemerintahan terus berdjalan
lantjar.
3. Para saudagar haruslah membuka toko, laksanakanlah pekerdjaan itu
seperti biasa, Pemerintah Islam mendjamin keamanan tuan2.
4. Rakjat seluruhnja djangan mengadakan Sabotage, merusakkan harta
vitaal, mentjulik, merampok, menjiarkan kabar bohong, inviltratie
propakasi dan sebagainja jang dapat mengganggu keselamatan Negara.
Siapa sadja jang melakukan kedjahatan2 tsb akan dihukum dengan
hukuman Militer.
5. Kepada tuan2 bangsa Asing hendaklah tenang dan tentram,
laksanakanlah kewadjiban tuan2 seperti biasa keamanan dan
keselamatan tuan2 didjamin.
6. Kepada tuan2 yang beragama selain Islam djangan ragu2 dan sjak
wasangka, jakinlah bahwa Pemerintah N.I.I. mendjamin keselamatan
tuan2 dan agama jang tuan peluk, karena Islam memerintahkan untuk
melindungi tiap2 Umat dan agamanja seperti melindungi Umat dan Islam
sendiri. Achirnja kami serukan kepada seluruh lapisan masjarakat
agar tenteram dan tenang serta laksanakanlah kewadjiban masing2
seperti biasa.
Negara Islam Indonesia
Gubernur Sipil/Militer Atjeh dan Daerah sekitarnja.
MUHARRAM 1373
Atjeh Darussalam
September 1953

DESEMBER 1962 DAUD BEUREUEH MENYERAH KEPADA PENGUASA DAULAH
PANCASILA
Bulan Desember 1962, 7 bulan setelah Sekarmadji Maridjan
Kartosuwirjo Imam NII tertangkap (4 Juni 1962) di atas Gunung Geber
di daerah Majalaya oleh kesatuan-kesatuan Siliwangi dalam rangka
Operasi Bratayudha, Daud Beureueh di Aceh menyerah kepada Penguasa
Daulah Pancasila setelah dilakukan "Musyawarah Kerukunan Rakyat
Aceh" atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin.
(30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986)

HASAN DI TIRO MENDEKLARASIKAN NEGARA ACEH SUMATERA 4 DESEMBER 1976
14 tahun kemudian setelah Daud Beureue menyerah kepada Penguasa
Daulah Pancasila, Hasan Muhammad di Tiro pada tanggal 4 Desember
1976 mendeklarasikan kemerdekaan Aceh Sumatra. Dimana bunyi
deklarasi kemerdekaan Negara Aceh Sumatra yang saya kutif dari
buku "The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di
Tiro" (National Liberation Front of Acheh Sumatra,1984) yang
menyangkut " Declaration of Independence of Acheh Sumatra" (hal: 15-
17) adalah,
"To the people of the world: We, the people of Acheh, Sumatra,
exercising our right of self-determination, and protecting our
historic right of eminent domain to our fatherland, do hereby
declare ourselves free and independent from all political control of
the foreign regime of Jakarta and the alien people of the island of
Java....In the name of sovereign people of Acheh, Sumatra. Tengku
Hasan Muhammad di Tiro. Chairman, National Liberation Front of Acheh
Sumatra and Head of State Acheh, Sumatra, December 4, 1976".
("Kepada rakyat di seluruh dunia: Kami, rakyat Aceh, Sumatra
melaksanakan hak menentukan nasib sendiri, dan melindungi hak
sejarah istimewa nenek moyang negara kami, dengan ini
mendeklarasikan bebas dan berdiri sendiri dari semua kontrol politik
pemerintah asing Jakarta dan dari orang asing Jawa....Atas nama
rakyat Aceh, Sumatra yang berdaulat. Tengku Hasan Muhammad di Tiro.
Ketua National Liberation Front of Acheh Sumatra dan Presiden Aceh
Sumatra, 4 Desember 1976") (The Price of Freedom: the unfinished
diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh
Sumatra,1984, hal : 15, 17).



Daftar Gubernur
1945 - 1946 Teuku Nyak Arif
1947 - 1948 Teuku Daud Syah
1948 - 1951 Daud Beureuh (Gubernur Militer)
1951 - 1952 Danu Broto
1952 - 1953 Teuku Sulaiman Daud
1953 - 1955 Abdul Wahab
1955 - 1956 Abdul Razak
1957 - 1964 Prof. Dr. Ali Hasyimi
1954 - 1966 Nyak Adam Kamil
1966 - 1967 H. Asbi Wahidi
1968 - 1978 A. Muzakir Walad
1978 - 1981 A. Madjid Ibrahim
1981 - 1986 Hadi Thayeb
1986 - 1991 Prof. Dr. Ibrahim Hassan
1991 - 1993 Prof. Dr. Ibrahim Hassan
1993 - 21 Juni 2000 Prof Dr Syamsudin Mahmud
21 Juni November 2000 Ramli Ridwan Pejabat Gubernur
November 2000 - 19 Juli 2004 Abdullah Puteh Nanggroe Aceh Darussalam, diberhentikan sementara sejak 26 Desember2004
19 Juli 2004 - Azwar Abubakar
Plt Azwar Abubakar, mengantikan Abdullah Puteh yang dipenjara 10 Tahun karena kasus korupsi

Powered by ScribeFire.

No comments: