Monday, April 23, 2007

Draft Qanun Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing ( PMA )

RANCANGAN
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
NOMOR .... TAHUN 2006

TENTANG
PENANAMAN MODAL DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL ASING (PMA)
DAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN)
DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BISMILLAHIRRAHMANIR RAHIM
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

Menimbang : a. bahwa dengan sahkannya Undang-Undang Pemerintahan Aceh Nomor 11 Tahun 2006, maka harus adanya keseimbangan, keselarasan, kesejahteraan untuk masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam seutuhnya sehubungan dengan Penanaman Modal dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN);
b. bahwa dalam rangka meningkatkan efektifitas dalam menarik investor untuk melakukan investasi di Nanggroe Aceh Darussalam, dipandang perlu untuk menyederhanakan penyelenggaraan penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri
c. bahwa berkenaan dengan huruf b tersebut di atas, untuk menindaklanjuti substansi Pasal 165 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh bagian keenam tentang Pedagangan dan Investasi menjadi Qanun tentang Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
e. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b dan huruf c di atas, perlu menetapkan dalam suatu Qanun.


Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2943);
3. Undang-Undang nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 33, Ttambahan Lembaran Negara Nomor 2853), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2944);
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984);
5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3986);
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587);
7. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3611);
8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279);
9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279);
10. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);
12. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
13. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4633);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1986 tentang Jangka Waktu Izin Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3335), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1993 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3515);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 28), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4162);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3718);
17. Peraturan Daerah (Qanun) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 7 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 2001 Nomor 36).


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
DAN
GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TENTANG PENANAMAN MODAL DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN) DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
3. Kabupaten/kota adalah bagian dari daerah provinsi sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang bupati/walikota.
4. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.

5. Pemerintahan kabupaten/kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
6. Pemerintah Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Pemerintah Aceh adalah unsur penyelenggara pemerintahan Aceh yang terdiri atas Gubernur dan perangkat daerah Aceh.
7. Gubernur adalah kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
8. Pemerintah daerah kabupaten/kota yang selanjutnya disebut pemerintah kabupaten/kota adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas bupati/walikota dan perangkat daerah kabupaten/kota.
9. Bupati/walikota adalah kepala pemerintah daerah kabupaten/kota yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
10. Qanun Aceh adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh.
11. Segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang/jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggaraan pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik.
12. Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) adalah instansi daerah yang menangani kegiatan penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
13. Permohonan penanaman modal baru adalah permohonan untuk mendapatkan persetujuan penanaman modal baik penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) beserta fasilitasnya yang diajukan oleh calon penanam modal untuk mendirikan dan menjalankan usaha baru.
14. Permohonan Perluasan Penanaman Modal adalah Permohonan untuk mendapatkan persetujuan penambahan modal besersa fasilitasnya dalam rangka penambahan kapasitas terpasang yang disetujui dan/atau menambah jenis produksi barang/jasa.
15. Perluasan penanaman modal disubsektor tanaman pangan dan perkebunan adalah penambahan modal untuk membiayai satu atau lebih kegiatan meliputi :
- Diversifikasi, yaitu menambah jenis tanaman;
- Peremajaan/rehabili tasi yang menggunakan bibit unggul;
- Intensifikasi, yaitu meningkatkan produksi tanpa menambah lahan;
- Menambah Kapasitas produksi unit pengolahan;
- Menambah areal tanaman;
- Integrasi usaha dengan usaha industri hulu serta hilir.
16. Restrukturisasi adalah suatu kegiatan untuk mengganti mesin utama (menambah peralatan atau komponen mesin) untuk meningkatkan kualitas atau meningkatkan efisiensi proses produksi tanpa menambah kapasitas.
17. Permohonan perubahan penanaman modal adalah permohonan persetujuan atas perubahan ketentuan-ketentuan penanaman modal yang telah ditetapkan dalam persetujuan penanaman modal sebelumnya.
18. Persetujuan PMA adalah persetujuan penanaman modal yang diberikan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang berlaku pula sebagai Persetujuan Prinsip/Izin Usaha Sementara sampai dengan memperoleh Izin Usaha/Izin Usaha Tetap perluasan.
19. Persetujuan PMDN adalah persetujuan penanaman modal yang diberikan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 jo. Nomor 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, yang berlaku pula sebagai Persetujuan Prinsip/Izin Usaha Sementara sampai dengan memperoleh Izin Usaha/ Izin Usaha Tetap dan/atau sebagai Persetujuan Prinsip fasilitas Fiskal.
20. Persetujuan PMA adalah persetujuan penanaman modal yang diberikan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang berlaku pula sebagai Persetujuan Prinsip/Izin Usaha Sementara sampai dengan memperoleh Izin Usaha / Izin Usaha Tetap perluasan.
21. Persetujuan Perluasan adalah persetujuan penambahan modal beserta fasilitasnya untuk menambah kapasitas terpasang yang telah disetujui dan/atau menambah jenis produksi barang dan jasa yang berlaku pula sebagai Persetujuan Prinsip/Izin Usaha Sementara sampai dengan memperoleh Izin Usaha Tetap Perluasan.
22. Persetujuan Perubahan adalah Persetujuan atas perubahan ketentuan-ketentuan penanaman modal yang telah ditetapkan dalam persetujuan atau izin penanaman modal sebelumnya.
23. Izin Kegiatan Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (KPPA) adalah persetujuan untuk mendirikan kantor perwakilan di Nanggroe Aceh Darussalam yang berkedudukan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
24. Perizinan Pelaksanaan adalah izin-izin yang diperlukan untuk merealisasikan persetujuan penanaman modal.
25. Persetujuan fasilitas penanaman modal adalah persetujuan mengenai pemberian fasilitas penanaman modal berupa fasilitas bea masuk dan fasilitas perpajakan sesuai dengan perundang-undangan kepabeanan dan perpajakan yang berlaku.
26. Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT) adalah angka pengenal yang dipergunakan sebagai izin untuk memasukkan (impor) barang modal dan bahan baku penolong untuk pemakaian sendiri dalam proses produksi proyek penanaman modal yang telah disetujui.
27. Keputusan tentang pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) adalah persetujuan pengesahan rencana jumlah, jabatan dan lama penggunaan tenaga kerja asing yang diperlukan sebagai dasar untuk persetujuan pemasukan Tenaga Kerja asing (TKA) dan penerbitan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).
28. Keputusan tentang Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) adalah bagi perusahaan untuk mempekerjakan sejumlah tenaga kerja warga negara asing dalam jumlah, jabatan dan periode tertentu.
29. Izin Usaha / Izin Usaha Tetap adalah Izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi baik produksi barang maupun produksi jasa sebagai pelaksanaan atas Surat Persetujuan penanaman modal yang telah diperoleh perusahaan.
30. Izin Usaha Tetap Perluasan adalah izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi atas penambahan produksi barang maupun produksi jasa sebagai pelaksanaan atas Surat Persetujuan Perluasan penanaman modal yang telah diperoleh perusahaan.
31. Perubahan Status adalah perubahan status perusahaan dari PMDN atau Non- PMA/PMDN mejadi PMA, atau dari PMA menjadi PMDN, sebagai akibat adanya perubahan kepemilikan saham.
32. Merger adalah penggabungan 2 (dua) atau lebih perusahaan yang didirikan dalam rangka PMA dan/atau PMDN dan/atau Non- PMA/PMDN yang sudah berproduksi dan telah memiliki Izin Usaha /Izin Usaha tetap kedalam satu perusahaan yang akan meneruskan semua kegiatan perusahaan yang bergabung, sedangkan perusahaan yang menggabung dilikuidasi.
33. Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) adalah laporan berkala mengenai perkembangan kegiatan perusahaan penanaman modal dalam bentuk dan tata cara sebagaimana ditetapkan.
34. Usaha kecil adalah kegiatan usaha yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil sebagai berikut :
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000, - (dua ratus juta rupiah),tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000, - (satu milyar rupiah);
b. Milik Warga Negara Indonesia;
c. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;
d. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

BAB II
ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Bagian Pertama
Pasal 2
Asas Penyelenggaraan Penanaman Modal, meliputi :
a. asas kepastian hukum;
b. asas transparan (keterbukaan) ;
c. asas partisipatif;
d. asas akuntabilitas;
e. asas kepentingan umum;
f. asas profesionalisme;
g. asas kesamaan hak;
h. asas keseimbangan hak dan kewajiaban;
i. asas efesiensi;
j. asas efektifitas;
k. asas imparsial;
l. asas sensitifitas gender (kesetaraan) ;
m. asas tertip penyelenggaraan pemerintah;
n. asas proposionalitas;
o. asas keseimbangan, keserasian, kesetaraan, dan keselarasan.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Tujuan penyelenggaraan Penanaman Modal adalah :
a. Mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan dan keadilan yang berkesejahteraan di Nanggroe Aceh Darusallam;
b. Mewujudkan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermatabat menuju pembangunan sosial, ekonomi dan politik di Nanggroe Aceh Darussalam secara berkelanjutan;
c. Mewujudkan rumusan Qanun dan kebijakan penanaman modal yang pro bisnis;
d. Mewujudkan Nanggroe Aceh Darussalam sebagai Daerah tujuan investasi yang menarik. dan profesional;
e. Memenuhi hak-hak masyarakat dalam hal memperoleh peluang untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam;
f. Mewujudkan kepastian tentang hak, kewajiban dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan penanaman modal dalam rangka penanaman modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
g. Mewujudkan penyelenggaraan penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang profesional , efektif, efesien, dan dinamis;
h. Mewujudkan peningkatan kualitas pelayanan penanaman modal dan peningkatan realisasi investasi serta meningkatkan kualitas pelayanan administrasi aparatur Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD);
i. Mewujudkan peningkatan minat investasi dari dalam dan luar negeri;
j. Menciptakan hubungan masyarakat yang efektif dibidang penanaman modal;
k. Memudahkan investor yang berada di Nanggroe Aceh Darussalam dalam mendapatkan fasilitas, rekomendasi, dan perizinan guna memenuhi persyaratan untuk berusaha, atau kegiatan lainnya secara legal atau resmi.

Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4
(1) Mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas-asas dan tujuan pelayanan penanaman modal serta sesuai standar pelayanan penanaman modal yang telah ditentukan.
(2) Mendapatkan kemudahan untuk memperoleh informasi selengkap-lengkapny a tentang sistem, mekanisme dan prosedur dalam penanaman modal.
(3) Mendapatkan pelayanan penanaman modal yang tidak diskriminatif, santun, bersahabat dan ramah.
Pasal 5
(1) Calon penanaman modal yang akan melakukan kegiatan penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN wajib mengajukan permohonan kepada BKPMD.
(2) Surat Persetujuan (SP) atas permohonan penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN ditandatangani oleh Kepala BKPMD.
(3) Penanaman Modal yang telah memperoleh Surat Persetujuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) wajib mengajukan permohonan untuk memperoleh perizinan pelaksanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan penanaman modal.
(4) Perizinan pelaksanaan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas :
a. Perizinan yang telah diterbitkan oleh BKPMD Provinsi Aceh adalah :
1. Angka Pengenal Importir Terbatas;
2. Izin Usaha / Izin Usaha Tetap / izin Perluasan;
3. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing;
4. Rekomendasi visa oleh penggunaan Tenaga Kerja Asing;
5. Izin mempekerjakan Tenaga Kerja Asing;
6. Fasilitas pembebasan/keringan an bea masuk atas pengimporan barang modal atau Bahan Baku/Penolong dan fasilitas Fiskal lainnya.
b. Perizinan yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi sesuai dengan kewenangannya, berupa Perpanjangan Izin mempekerjakan Tenaga Kerja Asing untuk Tenaga Kerja Asing yang bekerja diwilayah Kabupaten / Kota dalam 1 (satu ) Provinsi.
c. Perizinan yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, berupa :
1. Izin Lokasi;
2. Sertifikat hak Atas Tanah;
3. Izin mendirikan Bangunan;
4. Izin Undang-Undang Gangguan/HO.

d. Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3), harus mengacu kepada prinsip- prinsip pelayanan publik yang cepat, tepat, murah dan prosedur yang sederhana (fleksible).
e. Unit Pelayanan Perizinan akan diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 6
(1) Surat Persetujuan Penanaman Modal akan batal demi hukum apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun bagi proyek baru dan 2 (dua) tahun bagi proyek perluasan sejak tanggal dikeluarkan tidak ada realisasi proyek dalam bentuk kegiatan yang nyata baik dalam bentuk administrasi ataupun dalam bentuk fisik.
(2) Kegiatan nyata dalam bentuk administrasi yaitu kegiatan memperoleh perizinan berupa :
a. Izin Lokasi atau perjanjian sewa gedung (khusus bidang jasa) atau Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) atau Kuasa Pertambangan (KP) khusus bidang usaha pertambangan diluar minyak dan gas bumi dan/atau;
b. Izin eksplorasi dan eksploitasi ( khusus Pertambangan Umum);
c. SP Pabean Barang Modal, dan/atau;
d. APIT, dan/atau;
e. RPTK bagi yang menggunakan TKA, dan /atau;
f. IMB, dan/atau;
g. Izin Undang-Undang Gangguan/HO.
(3) Kegiatan nyata dalam bentuk fisik merupakan kegiatan yang telah dilakukan untuk :
a. Di bidang industri, telah ada kegiatan pokok berupa :
1. pengadaan lahan;
2. pembangunan Gedung atau Pabrik;
3. pengimporan mesin dan peralatan;
4. Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berhak memiliki kewenangan atas Sumber Daya Alam yang hidup di laut territorial di Nanggroe Aceh Darussalam.
b. Di bidang Usaha jasa, telah ada kegiatan pokok berupa :
a. pengadaan lahan atau;
b. pengadaaan/pembangu nan gedung/ruang perkantoran.

c. Di bidang usaha pertanian telah ada kegiatan pokok berupa pengadaan lahan.
d. Di bidang perikanan telah ada kegiatan pokok, berupa :
a. izin penangkapan ikan paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan untuk provinsi dan satu pertiga dan wilayah kewenangan daerah provinsi untuk daerah Kabupaten /Kota;
b. Izin penggunaan operasional kapal ikan dalam segala jenis dan ukuran;
c. Izin penggunaan air permukaan dan air laut.
(4) Penetapan jangka waktu penyelesaian proyek yang tercantum dalam surat Persetujuan Penanaman Modal, disesuaikan dengan skala investasi atau bidang usaha.
Pasal 7
Dalam pengajuan permohonan PMA dan PMDN, penentuan/pemilihan bidang usaha berdasarkan kepada :
a. Daftar bidang usaha tertutup dan terbuka dengan persyaratan tertentu bagi penanaman modal;
b. Petunjuk teknis pelaksanaan penanaman modal;
c. Bidang/jenis usaha menengah atau besar dengan syarat kemitraan;
d. Ketentuan lain yang diterbitkan oleh Gubernur.

BAB III
PERMOHONAN PENANAMAN MODAL BARU
Bagian pertama
Penanaman Modal Asing
Pasal 8
(1) Permohonana penanaman modal baru dalam rangka PMA dapat diajukan oleh:
a. Warga Negara Asing dan/atau Bandan Hukum Asing/Perusahaan PMA, atau;
b. Warga Negara Asing dan/atau Bandan Hukum Asing/Perusahaan PMA bersama dengan warga negara indonesia.
(2) Permohonan penanaman Modal baru sebagaimana di maksud dalam ayat (1) diajukan kepada kepala BKPMD.

(3) Persetujuan permohonan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing (PMA) dengan tembusan kepada :
a. Menteri Dalam Negeri;
b. Menteri yang membina Badan Usaha;
c. Menteri Keuangan;
d. Menteri Negara Lingkungan Hidup;
e. Menteri Negara Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah;
f. Gubernur Bank Indonesia;
g. Direktu Jenderal Teknis yang bersangkutan;
h. Direktur Jenderal Pajak;
i. Direktur Jenderal Bea & Cukai;
j. Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-undangan;
k. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Negara yang bersangkutan;
l. Kedutaan Besar Asing yang Bersangkutan;
m. Bupati/Walikota yang bersangkutan.
(4) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar, kecuali bidang-bidang usaha yang memerlukan konsultasi dengan Departemen/Instansi terkait.

Bagian kedua
Penanaman Modal Dalam Negeri
Pasal 9
(1) Permohonan penanaman modal baru dalam rangka PMDN dapat diajukan oleh Perseroan Terbatas (PT), Commanditaire Vennootschap (CV), Firma (Fa), Koperasi, BUMN, BUMD, atau perorangan.
(2) Permohonan penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Kepala BKPMD.
(3) Persetujuan atas permohonan penanaman modal sebagaimana di maksud pada ayat (2) di terbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (SP-PMDN) dengan tembusan kepada :
a. Menteri Dalam Negeri;
b. Menteri yang membina bidang Usaha penanaman Modal yang bersangkutan;
c. Menteri Keuangan;
d. Menteri Negara Lingkungan Hidup;
e. Menteri Negara Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah;
f. Gubernur Bank Indonesia;
g. Direktu Jenderal Teknis yang bersangkutan;
h. Direktur Jenderal Pajak;
i. Direktur Jenderal Bea & Cukai;
j. Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-undangan;
k. Bupati/Walikota yang bersangkutan.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar, kecuali bidang-bidang usaha yang memerlukan konsultasi dengan Departemen/Instansi terkait.

Bagian Ketiga
Ketentuan Khusus Bagi Bidang Usaha Dan Kegiatan Usaha Tertentu Pertambangan Di Luar Minyak Dan Gas Bumi Dalam Angka Penanaman Modal Dalam Negeri

Pasal 10
(1) Permohonan penanaman modal baru dalam PMDN di bidang usaha pertambangan diluar minyak dan gas bumi untuk golongan bahan galian strategis dan bahan galian vital, diajukan dengan melampirkan Kuasa Pertambangan yang diterbitkan oleh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam.
(2) Permohonan penanaman modal baru dalam rangka PMDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Kepala BKPMD dengan melampirkan Kuasa Pertambangan/ Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) yang dikeluarkan oleh/Gubernur/ Bupati/Walikota/ sesuai kewenangannya.
(3) Persetujuan dan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan PMDN, dengan tembusan kepada pejabat-pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).
(4) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap dan benar.


(5) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal SP-PMDN diterbitkan tidak ada realisasi proyek dalam bentuk kegiatan nyata sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, maka surat persetujuan PMDN tersebut batal demi hukum.
Pasal 11
(1) Permohonan penanaman modal baru dalam rangka PMDN khusus dibidang pertambangan batubara dilakukan dengan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B).
(2) Rancangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara disiapkan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota sesuai dengan kewenangan, bersama calon penanam modal.
(3) Berdasarkan Rancangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala BKPMD menyampaikan Pendapat kepada Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam.
(4) Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang telah ditandatangani oleh Gubernur/Bupati/ Walikota dengan calon penanaman modal diperlukan sama seperti Surat Persetujuan PMDN yang diterbitkan oleh Kepala BKPMD.
(5) Rencana investasi untuk pelakasanaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara beserta fasilitasnya secara bertahap diajukan kepada Kepala BKPMD dilampiri dengan rekomendasi Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Bagian Keempat
Pertambangan di Luar Minyak dan Gas Bumi
Dalam Rangka Penanaman Modal Asing

Pasal 12
(1) Permohonan penanaman modal baru dalam rangka PMA dibidang usaha pertambangan di luar minyak dan gas bumi dilaksanakan dalam bentuk Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara antara calon penanam modal dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral/Gubernur/ Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.
(2) Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara diperlukan sama seperti Surat Persetujuan PMA.

(3) Rencana investasi untuk pelaksanaan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara beserta fasilitasnya secara bertahap diajukan kepada kepala BKPMD dilampiri dengan rekomendasi Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Pasal 13
Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berhak menguasai 70 % hasil dari semua cadangan hidrokarbon dan Sumber Daya Alam (SDA) lainnya yang ada disaat ini dan yang akan datang di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam maupun Laut Territorial sekitar Nanggroe Aceh Darussalam.

Bagian keempat
Kantor Perwakilan Perusahaan Asing
Pasal 14
(1) Kegiatan Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (KPPA) di luar bidang keuangan wajib memperoleh izin dari BKPMD
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala BKPMD.
(3) Izin kegiatan KPPA diterbitkan dalam bentuk Surat Izin yang ditandatangani oleh Kepala BKPMD, dengan tembusan kepada :
a. Menteri keuangan;
b. Menteri Perindustrian dan Perdagangan;
c. Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi;
d. Kepala Perwakilan RI dinegara asal perusahaan asing;
e. Duta besar/kepala perwakilan dari negara asal perusahaan asing di Jakarta;
f. Bupati/Walikota.
(4) Surat Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.







BAB IV
KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS
Pasal 15
(1) Penduduk Nanggroe Aceh Darussalam dapat melakukan perdagangan secara bebas dalam wilayah negara republik Indonesia melalui darat, laut dan udara tanpa hambatan pajak, tarif ,bea atau hambatan perdagangan lainnya.
(2) Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam melaksanakan pembangunan dan pengelolaan semua pelabuhan laut dan pelabuhan udara dalam wilayah Nanggroe Aceh Darussalam.
(3) Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berhak menikmati akses langsung dan tanpa hambatan ke negara-negara asing melalui darat, laut dan udara.
(4) Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berhak menetapkan dan memungut pajak daerah untuk membiayai kegiatan internal yang resmi, Nanggroe Aceh Darussalam berhak melakukan perdagangan dan bisnis secara internal dan eksternal serta menarik investasi dan wisatawan asing secara langsung ke Nanggroe Aceh Darussalam.

BAB V
IZIN USAHA / IZIN USAHA TETAP
Pasal 16
(1) Perusahaan penanaman modal wajib memiliki izin usaha/izin usaha tetap untuk dapat memulai pelaksanan kegiatan operasi / produksi.
(2) Permohonan untuk memperoleh Izi Usaha / Izin Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada kepala BKPMD.
(3) Bagi perusahaan yang berproduksi di kawasan industri apabila memerlukan izin usaha / izin usaha tetap agar mengajukan permohonan kepada Kepala BKPMD.
(4) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterbitkan dalam bentuk surat izn usaha / izin usaha tetap, ditandatangani oleh Kepala BKPMD, dengan tembusan kepada pejabat-pejaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) untuk PMA dan Pasal 9 ayat (3) untuk PMDN.
(5) Surat izin usaha / izin usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.

(6) Surat izin usaha / surat izin usaha tetap berlaku selama 30 (tiga puluh) tahun sejak produksi dimulai bagi perusahaan PMA dan PMDN berlaku selama perusahaan berproduksi / beroperasi.
BAB VI
PERMOHONAN PERLUASAN PENANAMAN MODAL
Pasal 17
(1) Permohonan perluasan penanaman modal dalam rangka PMA/PMDN diajukan oleh perusahaan PMA/PMDN yang telah berproduksi, kepada kepala BKPMD.
(2) Dalam hal jenis produksi perluasan berbeda dengan proyek sebelumnya atau lokasi perluasan usahanya berada dalam kabupaten / kota yang berbeda dengan proyek sebelumnya, permohonan perluasan dapat diajukan tanpa dipersyaratkan memiliki izin usaha / izin usaha tetap atas proyek sebelumnya.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) diterbitkan Surat Persetujuan (SP) Perluasan yang ditandatangani oleh Kepala BKPMD, dengan tembusan kepada pejabat- pejabat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) untuk PMA dan Pasal 9 ayat (3) untuk PMDN
(4) Surat Persetujua Perluasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar kecuali bidang-bidang usaha yang memerlukan konsultasi dengan Departemen / instansi terkait.
BAB VII
PERUBAHAN PENANAMAN MODAL
Bagian Pertama
Persyaratan Umum Bagi Permohonan Perubahan
Pasal 18
(1) Perubahan atas ketentuan proyek dalam rangka PMA/PMDN wajib memperoleh persetujuan Kepala BKPMD
(2) Perubahan atas ketentuan proyek yang wajib memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari :
a. perubahan lokasi proyek;
b. perubahan bidang usaha dan jenis produksi (baik Jenis ataupun kapasitas);
c. perubahan penggunaan tenaga kerja asing;
d. perubahan investasi dan sumber pembiayaan;
e. perubahan kepemilikan saham perusahaan PMA;
f. perubahan Status Perusahaan PMA menjadi perusahaan PMDN;
g. perubahan status perusahaan PMDN atau Non – PMDN/PMA menjadi perusahaan PMA;
h. perpanjangan waktu penyelesaian proyek;
i. penggabungan perusahaan (merger).
(4) Perubahan atas proyek diluar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diberitahukan secara tertulis kepada kepala BKPMD.
(5) Setiap permohonan harus ditandatangani oleh pimpinan perusahaan atau direksi yang berwenang atau pihak yang diberi kuasa disertai dengan surat kuasa.

Bagian Kedua
Perubahan Lokasi Proyek
Pasal 19
(1) Permohonan perluasan lokasi proyek bagi perusahaan PMA/PMDN diajukan kepada kepala BKPMD.
(2) Persetujuan atas permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Lokasi dengan tembusan kepada pejabat-pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) untuk PMA dan Pasal 9ayat (3) untuk PMDN.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 7 (hari) kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
Bagian Ketiga
Perubahan Bidang Usaha, Jenis dan Kapasitas Produksi
Pasal 20
(1) Permohonan perubahan bidang usaha, jenis dan kapasitas produksi perusahaan PMA/PMDN diajukan kepada kepala BKPMD.
(2) Persetujuan atas permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Bidang Usaha, Jenis dan Kapasitas Produksi, dengan tembusan kepada Instansi Terkait.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.


Bagian Keempat
Perubahan Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Pasal 21
(1) Permohonan perubahan penggunaan Tenaga Kerja Asing perusahaan PMA/PMDN diajukan kepada Kepala BKPMD.
(2) Persetujuan atas permohonan penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Penggunaan Tenaga Kerja Asing, dengan tembusan kepada instansi terkait.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
Bagian Kelima
Perubahan Investasi dan Sumber Pembiayaan
Pasal 22
(1) Permohonan perubahan Investasi atas mesin-mesin/ peralatan yang berfasilitas dan sumber pembiayaan perusahaan PMA/PMDN diajukan kepada Kepala BKPMD.
(2) Persetujuan atas permohonan perubahan Investasi dan sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Investasi dan Sumber Pembiayaan, dengan tembusan kepada instansi terkait.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
Bagian Keenam
Perubahan Kepemilikan Saham Perusahaan Penanaman Modal Asing
Pasal 23
(1) Permohonan Perubahan Kepemilikan Saham bagi perusahaan PMA diajukan kepada Kepala BKPMD.
(2) Persetujuan perubahan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Kepemilikan Saham dengan tembusan kepada Instansi terkait.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.

Bagian Ketujuh
Perubahan Status Perusahaan Penanaman Modal Asing
Menjadi Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri
Pasal 24
(1) Perusahaan PMA yang seluruh sahamnya telah dimiliki oleh peserta/pemegang saham Indonesia wajib mengajukan permohonan perubahan status menjadi PMDN untuk memperoleh persetujuan dari Kepala BKPMD.
(2) Persetujuan Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Status Perusahaan dengan tembusan kepada Instansi terkait.
(3) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
(4) Bagi perusahaan yang telah memiliki Surat Izin Usaha Tetap dalam rangka PMA, setelah berubah status menjadi PMDN, wajib mengajukan permohonan perubahan Surat Izin Usaha/Izin Usaha Tetap dalam rangka PMDN kepada Kepala BKPMD.
(5) Persetujuan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.

Bagian Kedelapan
Perubahan Status Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Atau
Non - Penanaman Modal Dalam Negeri ( Non-PMDN) Atau Penanaman Modal Asing (PMA) Menjadi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA)

Pasal 25
(1) Perusahaan PMDN atau yang telah sah berbadan hukum yang sahamnya dibeli oleh perusahaa PMA dan atau berbadan hukum asing dan atau warga negara asing, wajib mengajukan permohonan perubahan status menjadi PMA kepada kepala BKPMD.

(2) Pembelian saham perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila bidang usaha perusahaan dimaksud tidak dinyatakan tertutup bagi penanaman modal yang dalam penyertaan modal perusahaan ada kepemiliikan saham asing.
(3) Persetujuan atas permohoan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Status, dengan tembusan kepada instansi terkait.
(4) Surat Pesetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohoan yang lengkap dan benar.
(5) Bagi perusahaaan yang telah memiliki surat izin Usaha / Izin Usaha Tetap dalam rangka PMDN atau Non- PMA, setelah berubah status menjadi PMA, wajib mengajukan permohonan perubahan Surat Izin Usaha / Izin usaha Tetap dalam rangka PMA kepada Kepala BKPMD
(6) Persetujuan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.

Bagian Kesembilan
Perpanjangan Waktu Penyelesaian Proyek
Pasal 26
(1) Perpanjangan waktu penyelesaian proyek perusahaan PMA/PMDN yang masa berlakunya akan berakhir dan belum berproduksi komersial, wajib mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyelesaian proyek kepada Kepala BKPMD.
(2) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perpanjangan Waktu Penyelesaian proyek, dengan tembusan kepada instansi terkait.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.





Bagian Kesepuluh
Penggabungan Perusahaan (Merger)
Pasal 27
(1) Perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha sebagai akibat terjadinya penggabungan perusahaan (merger), wajib memperoleh persetujuan dari kepala BKPMD.
(2) Perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha maupun yang akan menggabung harus sudah mempunyai neraca perhitungan laba rugi meliputi 3 (tiga) tahun terakhir.
(3) Status perusahaan setelah penggabungan (merger), ditentukan oleh status perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha :
a. Dalam hal perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha adalah perusahaan PMDN dan setelah penggabungan (merger) tidak ada warga negara asing dan/atau badan hukum asing dan/atau perusahaan PMA sebagai pemegang saham, status perusahaan tetap PMDN;
b. Dalam hal perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha adalah perusahaan PMDN atau Non - PMDN/PMA dan setelah penggabungan (merger) terdapat warga negara asing dan/atau perusahaan PMA sebagai pemegang saham, status perusahaan tetap PMA;
c. Dalam hal perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha adalah perusahaan PMA, status perusahaan tetap PMA.
(4) Perusahaan yang akan meneruskan kegiatan usaha yang sebagian saham perusahaan dimiliki oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing dan/atau perusahaan PMA, tidak diizinkan memasuki kegiatan usaha yang dinyatakan tertutup bagi penanaman modal yang dalam modal perusahaan ada kepemilikan saham asing.
(5) Dalam hal perusahaan yang akan menggabung masih mempunyai proyek perluasan dalam tahap pembangunan/ konstruksi dimana sebagian mesin/peralatan sudah diimpor, perusahaan yang akan meneruskan kegiatan usaha harus terlebih dahulu mengajukan permohonan perluasan bidang usaha atas kegiatan usaha yang masih dalam tahap pembangunan/ konstruksi.
(6) Fasilitas fiskal yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan yang menggabung dan belum dimanfaatkan dinyatakan batal dan tidak dapat dimanfaatkan lebih lanjut oleh perusahaan yang meneruskan kegiatan usahanya.

(7) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterbitkan oleh BKPMD dalam bentuk Surat Persetujuan, dengan tembusan kepada instansi terkait.
(8) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.

BAB VII
TENAGA KERJA
Bagian Pertama
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Pasal 28
(1) Tenaga kerja asing dapat bekerja di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diberikan setelah pemberi kerja membuat rencana pengguna tenaga asing sesuai dengan qanun yang disahkan oleh instansi Pemerintah Aceh yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diberikan untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu setelah mendapat rekomendasi dari Pemerintah Aceh.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin untuk jabatan tertentu dan untuk jangka waktu tertentu serta memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atur dalam Qanun Nanggroe Aceh Darussalam.

Bagian kedua
Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.
Pasal 29
(1) Perusahaan PMA/PMDN yang akan mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA) wajib memiliki Pengesahaaan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
(2) Permohonan untuk memperoleh Pengesahaan RPTKA sebagaimana yang di maksud pada ayat (1) diajukan kepada kepala BKPMD.
(3) Pengesahan RPTKA di terbitkan dalam bentuk Surat Keputusan Pengesahan RPTKA dengan tembusan kepada instansi terkait.
(4) Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di terbitkan selambat-lambatnya 4 (empat) hari kerja sejak diterimanaya permohonan yang lengkap dan benar.
Pasal 30
(1) TKA yang bekerja pada perusahaan PMA/PMDN dan Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (KPPA) yang sudah siap datang ke Indonesia wajib memiliki Visa Izin Tinggal Terbatas (VITAS) yang diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia.
(2) Untuk mendapatkan VITAS sebagimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan harus memiliki rekomendasi untuk memperoleh visa untuk maksud kerja (rekomendasi TA.01) dari BKPMD dengan berpedoman kepada ketentuan instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian.
(3) Rekomendasi TA.01 atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di terbitkan oleh BKPMD kepada Direktur Jenderal Imigrasi.
(4) Surat Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di terbitkan selambat-lambatnya 4 (empat) hari kerja sejak di terimanya permohonan yang lengkap dan benar.
(5) Direktoral Jenderal Imigrasi berdasarkan Rekomendasi TA.1 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memberitahukan Kantor Perwakilan RI untuk mengeluarkan VITAS bagi TKA yang bersangkutan.
(6) Setelah TKA yang bersangkutan memperoleh VITAS, perusahaan Pengguna mengajukan permohonan penerbitan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) kepada kantor Imigrasi setempat dengan menggunakan formulir KITAS dan melampirkan bukti kartu embarkasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku setelah TKA yang bersangkutan datang ke Indonesia.
Pasal 31
(1) Bagi TKA yang masa berlaku IMTA-nya akan berakhir, perusahaan pengguna wajib mengajukan permohonan perpanjangan IMTA kepada BKPMD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat 30 (tiga puluh ) hari sebelum SP- IMTA dari TKA yang bersangkutan berakhir masa berlakunya.
(3) Surat Keputusan perpanjangan IMTA sebgaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan selambat-lambatnya 4 (empat) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.

(5) Perusahaan pengguna wajib mengajukan permohonan kepada Kepala BKPMD, untuk perubahan pengguna TKA yang melakukan pindah jabatan, rangkap jabatan, alih perusahaan pengguna (sponsor) atau pindah lokasi.
Pasal 32
(1) TKA diluar Direksi dan Komisaris yang telah bekerja selama 5 (lima) tahun berturut-turut diwilayah Republik Indonesia harus keluar dari wilayah Republik Indonesia dengan status Exit Permit Only (EPO).
(2) Apabila TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih diperlukan oleh perusahaan pengguna, maka perusahaan pengguna wajib menempuh prosedur sebagamana dimaksud dalam Pasal 28 dan berdasarkan RPTKA yang berlaku di lengkapi dengan rekaman bukti EPO.
Pasal 33
(1) Perusahaan PMA/PMDN dapat mendatangkan TKA yang akan digunakan sejak persiapan/perencana an proyek (bukan erector), dengan mengajukan permohonan kepada kepala BKPMD sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) TKA yang digunakan oleh perusahaan pengguna maupun kontraktor hanya dalam masa kontruksi/pembangun an fisik pabrik (erector) termasuk pemasangan mesin-mesin, pengesahan RPTKA dan permohonan IMTA diajukan ke BKPMD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Pasal 34
(1) Setiap investor yang melakukan kegiatan penanaman modal di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, berkewajiban/ berwenang mengadakan pendidikan dan pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan tempat bekerja.
(2) Setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan hukum dan kesejahteraan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban bagi tenaga kerja dan tata cara perlindungan diatur dalam peraturan perundng-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga
Penggunaan Tenaga Kerja Daerah
Pasal 35
(1) Setiap tenaga kerja Nanggro Aceh darussalam mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di Nanggroe Aceh Darussalam.
(2) Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/kota memberikan kesempatan dan Perlindungan secara hukum dalam hal kerja.

Pasal 36
(1) Setiap Investor yang melakukan kegiatan penanaman modal, tidak dibenarkan mempekerjakan Tenaga Kerja dari luar Daerah Nanggroe Aceh Darussalm selama Tenaga Kerja tersebut tersedia di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
(2) Apabila tenaga kerja tersebut tidak tersedia di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat di datangkan dari luar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Bagian ketiga
Perubahan Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Pasal 37
(1) Permohonan perubahan penggunaan Tenaga Kerja Asing perusahaan PMA/PMDN diajukan kepada Kepala BKPMD.
(2) Persetujuan atas permohonan penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Perubahan Penggunaan Tenaga Kerja Asing, dengan tembusan kepada instansi terkait.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
BAB IX
FASILITAS DAN IZIN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL
Bagian Pertama
Impor Barang Modal
Pasal 38
(1) Setiap Investor yang melakukan kegiatan penanaman modal, tidak dibenarka menggunakan fasilitas dari luar Nanggroe Aceh Darussalam selama fasilitas tersebut tersedia di Nanggroe Aceh Darussalam melalui darat, laut dan udara.
(2) Sehubungan ayat (1), apabila fasilitas tersebut tidak tersedia di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam , dapat di datangkan dari luar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam melalui darat, laut, dan udara
Pasal 39
(1) Permohonan persetujuan fasilitas atas impor barang modal bagi perusahaan PMA/PMDN, diajukan kepada Kepala BKPMD.

(2) Persetujuan pemberian fasilitas atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di tandatangani oleh Kepala BKPMD atas nama Menteri Keuangan dalam bentuk Surat Persetujuan Pemberian Fasilitas Pembebasan/Keringan an Bea Masuk Atas Pengimporan Barang Modal (SP Pabean) disertai lampiran Daftar Induk Barang Modal, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Instansi Teknis.
(3) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
(4) Jangka waktu berlakunya pemberian Fasilitas Pabean Barang Modal disesuaikan dengan jangka waktu penyelesaian proyek.
(5) Dalam hal waktu pemberian fasilitas yang tercantum dalam Surat Persetujuan Fasilitas atas Impor Barang Modal telah berakhir, maka untuk perpanjangan Surat Persetujuan Fasilitas atas Impor Barang Modal tersebut, perusahaan yang bersangkutan terlebih dahulu mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyelesaian proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(6) Permohonan perubahan dan / atau penambahan atas persetujuan pengimporan barang modal yang telah dimiliki diajukan kepada kepala BKPMD, dan persetujuan diterbitkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
(7) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 6 dapat diberikan apabila nilai barang modal seluruhnya tidak menjadi lebih besar dari nilai barang modal yang tercantum dalam surat Persetujuan (SP – PMA / PMDN).
(8) Apabila barang modal (mesin-mesin peralatan) yang telah di impor sebagaimana di maksud pada ayat (2) akan di re-ekspor, maka perusahaan mengajukan surat permohonan kepada Kepala BKPMD untuk selanjutnya diterbitkan Surat Rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk re-ekspor tersebut.
Bagian Kedua
Impor Bahan Baku / Penolong
Pasal 40
(1) Bahan baku/penolong tidak dibenarkan dibawa dari luar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, selama bahan baku/penolong tersebut tersedia di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, melalui darat, laut dan udara
(2) Apabila bahan baku penolong tidak tersedia di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didatangkan dari luar provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, melalui darat, laut dan udara.
Pasal 41
(1) Permohonan persetujuan fasilitas atas impor bahan baku/penolong bagi perusahaan PMA / PMDN diajukan kepada kepala BKPMD.
(2) Persetujuan pemberian fasilitas atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di tandatangani oleh Kepala BKPMD atas nama Menteri Keuangan, dalam bentuk Surat Persetujuan Pemberian Fasilitas Pembebasan / Keringanan Bea Masuk atau Pengimporan Bahan Baku / Penolong (SP Pabean) dengan lampiran Daftar Induk BahanBaku / Penolong, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Instansi Teknis.
(3) Surat Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2 ) diterbitkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
(4) Bagi perusahaan yang belum memiliki Surat Izin Usaha/Izin Usaha Tetap, baik dalam rangka PMA maupun PMDN, diberikan fasilitas pengimporan bahan baku / penolong untuk kebutuhan 1 (satu) tahun produksi dengan jangka waktu pengimporan 1 (satu) tahun. Tambahan bahan baku untuk tahun kedua dapat diberikan setelah perusahaan memiliki Surat Izin Usaha/Izin Usaha Tetap, dengan perpanjangan jangka waktu pengimporan selama 1 (satu) tahun sejak berakhirnya SP Pabean pertama.
(5) Perusahan yang telah memiliki Surat Izin Usaha / Izin Usaha Tetap, baik dalam rangka PMA maupun PMDN diberikan fasilitas pengimporan bahan baku / penolong bahan baku / penolong untuk kebutuhan 2 (dua) tahun produksi dengan jangka waktu pengimporan diberikan sekaligus selama 2 (dua) Tahun.
(6) Perusahaan yang telah memperoleh fsilitas bahan baku/penolong, apabila belum menyelesaikan impornya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun diberikan perpanjangan jangka waktu impor selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal Surat Persetujuan Perpanjangan Fasilitas Pabean.

Bagian Ketiga
Angka pengenal Importir Terbatas (APIT)
Pasal 42
(1) Perusahaan PMA / PMDN yang akan melaksanakan sendiri pengimporan barang modal dan/atau bahan baku/ penolong, wajib memiliki Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT).

(2) Permohonan untuk memperoleh APIT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala BKPMD.
(3) APIT sebagaiamna dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Kepala BKPMD atas nama Menteri Perdagangan dalam bentuk Surat Keputusan dan Kartu APIT, disampaikan kepada pemohon dengan keputusan kepada Menteri Perindustrian dan perdagangangan, Direktur Jenderal Perdagangan Internasional u.p. Direktur Impor, Bank Indonesia Bagian Ekspor Impor, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Direktur Jenderal Pajak.
(4) Permohonan APIT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
(5) APIT berlaku sejak ditetapkan dan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia, selama perusahaan yang bersangkutan masih berproduksi / beroperasi.
(6) Perusahaan yang kegiatannya termasuk di bidang perdagangan dan yang akan mengimpor barang-barang yang akan diperdagangkan, maka APIT yang telah di miliki berlaku juga sebagai Angka Pengenal Importir Umum (APIU) dan berlaku selama 5 (lima ) tahun.
(7) Untuk setiap perubahan APIT meliputi nama perusahaan, alamat, NPWP, direksi perusahaaan atau penandatangan dokumen impor wajib memperoleh persetujuan dari BKPMD.
BAB X
SANKSI
Pasal 43
(1) Permohonan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam Qanun ini tidak dikeluarkannya persetujuan/ perizinan sebagaimana dimohonkan.
(2) Apabila pemohon dengan sengaja memalsukan data dan/atau dokumen yang di lampirkan maka permohonan yang bersangkutan menjadi tidak sah dan persetujuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dapat di batalkan dan yang bersangkutan dapat di kenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
(1) Semua persetujuan dan perizinan pelaksanaan penanaman modal yang telah di terbitkan sebelum berlakunya Qanun ini dinyatakan tetap berlaku sampai masa berlakunya Surat Persetujuan / Izin Pelaksanaan Berakhir.
(2) Semua Permohonan penanaman modal baru, perluasan dan perubahan serta perizinan pelaksanaan dalam rangka PMA/PMDN yang belum memperoleh persetujuan dari BKPMD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada saat berlakunya Qanun ini, tetap di proses dan di selesaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal Qanun ini.
(3) Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD).
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Dengan berlakunya Qanun ini, maka Keputusan Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Nomor 57 / SK /2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang didirikan dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 46
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Di tetapkan di : Banda Aceh
pada tanggal : September 2006
Ditetapkan di Banda Aceh
pada tanggal 2006
1427
PJ. GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM,



MUSTAFA ABUBAKAR

Diundangkan di Banda Aceh
pada tanggal 2006
1427

SEKRETARIS DAERAH ACEH



HUSNI BAHRI TOB


LEMBARAN DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006 NOMOR ….

PENJELASAN ATAS
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
NOMOR TAHUN 2006
TENTANG

PENANAMAN MODAL DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL ASING (PMA)
DAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN)
DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM


I. PENJELASAN UMUM








II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas

Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas

Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Cukup Jelas
Pasal 45
Cukup Jelas
Pasal 46
Cukup Jelas

Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor .....

Powered by ScribeFire.

No comments: